7.12.15

Ketika Si Khawatir Mampir

Udah baca komik jepang berjudul Seki-kun?
Kalau belum, coba baca, deh.
Gak maksa, kok.
Tapi baca, dong!

Ituh komik jepang yang plotnya simpel tapi "kaya", tentang Seki-kun, anak laki-laki yang duduk paling belakang di kelas dan setiap hari nggak pernah dengerin gurunya ngajar. Terus ngapain? Macem-macem! Seki-kun selalu punya kegiatan aneh di mejanya. Mulai dari ngegali fosil, main robot, sampai latihan nyetir mobil. Absurd.

Selain kegiatan "ajaib"nya Seki-kun, yang menarik dari cerita komik ini adalah reaksi Rumi, perempuan yang duduk persis di sebelah Seki-kun dan selalu jadi satu-satunya saksi kegiatan "ajaib" Seki-kun. Rumi khawatir guru mereka tau kelakukan Seki-kun, Rumi khawatir nilai Seki-kun jelek, Rumi khawatir waktu mainan Seki-kun rusak, to put is simple Rumi is a always full of worries.
  
Pernah ngerasa seperti Rumi? Full of worries?
Iyah, sayah juga pernah. 
Macam penyakit kambuhan malah.

Gara-gara khawatir sama kelakuan Seki-kun mulu, Rumi seringan gak konsen belajar, hahaha.

Biasanya kekhawatiran muncul karena ketidakpastian dan ketidakpahaman situasi. Misalnya, ketika seorang Ibu khawatir anak perempuannyah yang lembur belum pulang juga sampai jam 11 malam *uhuk* dan lupa ngasih kabar. Mungkin hujan? Mungkin motor-nya mogok? Mungkin macet? Mungkin hape-nya lowbet jadi gak kasih kabar? Mungkin anak sayah kena alien abduction?! Dan bermacam mungkin lainnyah.

Tapi ternyata lain cerita kalau si anak perempuan berkabar terlebih dahulu. Bu, aku pulang telat, lembur sampai jam 10. Setelah membalas dengan doa tulus hati-hati di jalan, yah, nak, Si Ibu bisa tenang nonton acara dangdut di TV sambil menunggu anaknya pulang. (Yes, that's how motherhood works, the worry has gone but the love show up).

Jika kekhawatiran muncul karena ketidakpastian, maka ia akan hilang karena rasa percaya. Si Ibu percaya anak-nya sedang di kantor dan bukan jualan narkoba di lampu merah. Terlebih lagi, usai mendoakan anaknya, Si Ibu percaya, ia telah menyerahkan semuanyah pada yang lebih berhak atas setiap nyawa. That's her best effort.

Kalau katanyah Walt Disney, "Why worry? If you've done the very best you can, worrying won't make it any better."

Ah jadi inget, dulu si bapak pernah cerita, saat sayah pertama diterima kuliah di Jakarta, kebayang rute perjalanan yang musti saya tempuh, si bapak khawatir. Tapi sekejap ajah. "Meski bapak di sebelah kamu, kalau Allah ingin menimpakan sesuatu maka bapak nggak bisa apa-apa. Jadi bapak tenang karena jelas Allah lebih bisa jaga kamu dari pada bapak." That's his best effort.
*aduh, kelilipan, nih*

Kekhawatiran boleh mampir, tapi ia tidak boleh tinggal.
Jadi saat rasa khawatir mulai "kambuh", coba rapal "mantra" inih:

Dear brain and heart..
please stop worrying about things you can't handle
We already have Allah, you know?
More than enough.
We're in a good hand.

Seperti ibu yang percaya doa-doanya pada Allah.
Seperti Ayah yang yakin penjagaan terbaik untuk anaknya hanya dari Allah.
Sayah juga mau punya rasa percaya dan yakin yang menenangkan seperti ituh. 

Supaya bebas dari kekhawatiran tentang hal di luar kendali sayah sebagai manusia. Seperti yang Imam Shafi'i pernah katakan, "My heart is at ease knowing what was meant for me will never miss me, and that what misses me was never meant for me." 


Apakah setelah itu kekhawatiran gak akan pernah muncul lagih?
Eeeey, masih manusia, kan?
Maka biarkan rasa khawatir mampir sejenak -dan hanya boleh sejenak- untuk mengingatkan bahwa sayah, Anda, kita, adalah manusia yang perlu saling mengingatkan.


ps:
Hmm..mungkin sayah perlu ngasih tau Rumi resep anti-khawatir macem inih supaya kehidupan dia di sekolah bisa lebih "damai". Hehehe..