7.12.15

Ketika Si Khawatir Mampir

Udah baca komik jepang berjudul Seki-kun?
Kalau belum, coba baca, deh.
Gak maksa, kok.
Tapi baca, dong!

Ituh komik jepang yang plotnya simpel tapi "kaya", tentang Seki-kun, anak laki-laki yang duduk paling belakang di kelas dan setiap hari nggak pernah dengerin gurunya ngajar. Terus ngapain? Macem-macem! Seki-kun selalu punya kegiatan aneh di mejanya. Mulai dari ngegali fosil, main robot, sampai latihan nyetir mobil. Absurd.

Selain kegiatan "ajaib"nya Seki-kun, yang menarik dari cerita komik ini adalah reaksi Rumi, perempuan yang duduk persis di sebelah Seki-kun dan selalu jadi satu-satunya saksi kegiatan "ajaib" Seki-kun. Rumi khawatir guru mereka tau kelakukan Seki-kun, Rumi khawatir nilai Seki-kun jelek, Rumi khawatir waktu mainan Seki-kun rusak, to put is simple Rumi is a always full of worries.
  
Pernah ngerasa seperti Rumi? Full of worries?
Iyah, sayah juga pernah. 
Macam penyakit kambuhan malah.

Gara-gara khawatir sama kelakuan Seki-kun mulu, Rumi seringan gak konsen belajar, hahaha.

Biasanya kekhawatiran muncul karena ketidakpastian dan ketidakpahaman situasi. Misalnya, ketika seorang Ibu khawatir anak perempuannyah yang lembur belum pulang juga sampai jam 11 malam *uhuk* dan lupa ngasih kabar. Mungkin hujan? Mungkin motor-nya mogok? Mungkin macet? Mungkin hape-nya lowbet jadi gak kasih kabar? Mungkin anak sayah kena alien abduction?! Dan bermacam mungkin lainnyah.

Tapi ternyata lain cerita kalau si anak perempuan berkabar terlebih dahulu. Bu, aku pulang telat, lembur sampai jam 10. Setelah membalas dengan doa tulus hati-hati di jalan, yah, nak, Si Ibu bisa tenang nonton acara dangdut di TV sambil menunggu anaknya pulang. (Yes, that's how motherhood works, the worry has gone but the love show up).

Jika kekhawatiran muncul karena ketidakpastian, maka ia akan hilang karena rasa percaya. Si Ibu percaya anak-nya sedang di kantor dan bukan jualan narkoba di lampu merah. Terlebih lagi, usai mendoakan anaknya, Si Ibu percaya, ia telah menyerahkan semuanyah pada yang lebih berhak atas setiap nyawa. That's her best effort.

Kalau katanyah Walt Disney, "Why worry? If you've done the very best you can, worrying won't make it any better."

Ah jadi inget, dulu si bapak pernah cerita, saat sayah pertama diterima kuliah di Jakarta, kebayang rute perjalanan yang musti saya tempuh, si bapak khawatir. Tapi sekejap ajah. "Meski bapak di sebelah kamu, kalau Allah ingin menimpakan sesuatu maka bapak nggak bisa apa-apa. Jadi bapak tenang karena jelas Allah lebih bisa jaga kamu dari pada bapak." That's his best effort.
*aduh, kelilipan, nih*

Kekhawatiran boleh mampir, tapi ia tidak boleh tinggal.
Jadi saat rasa khawatir mulai "kambuh", coba rapal "mantra" inih:

Dear brain and heart..
please stop worrying about things you can't handle
We already have Allah, you know?
More than enough.
We're in a good hand.

Seperti ibu yang percaya doa-doanya pada Allah.
Seperti Ayah yang yakin penjagaan terbaik untuk anaknya hanya dari Allah.
Sayah juga mau punya rasa percaya dan yakin yang menenangkan seperti ituh. 

Supaya bebas dari kekhawatiran tentang hal di luar kendali sayah sebagai manusia. Seperti yang Imam Shafi'i pernah katakan, "My heart is at ease knowing what was meant for me will never miss me, and that what misses me was never meant for me." 


Apakah setelah itu kekhawatiran gak akan pernah muncul lagih?
Eeeey, masih manusia, kan?
Maka biarkan rasa khawatir mampir sejenak -dan hanya boleh sejenak- untuk mengingatkan bahwa sayah, Anda, kita, adalah manusia yang perlu saling mengingatkan.


ps:
Hmm..mungkin sayah perlu ngasih tau Rumi resep anti-khawatir macem inih supaya kehidupan dia di sekolah bisa lebih "damai". Hehehe..
 

21.11.15

When The Alarm Goes On!

Sepulang kerja. Jam 10 malam. Buka kulkas. Ada es krim magnum.

IT'S A WAR!!

Jangan, pi! Udah malem!
Kan bukan karbohidraaat!
Tapi es krim, woy! Manis!
Tapi kaan magnum mini doang!
Tutup kulkasnyah, cepetan!
Bentar, ngadem..
Alesan!
Dibilangin cuman ngadem!

Kemudian sayah udah lagi sibuk nyari tempat sampah untuk buang bungkus es krim. I lost in my own war. Tapi itu bukan bagian terburuknya. Setelah makan, sayah akan merasa bersalah. Post-war dialogue is always the worst.

Nyesel kan, lu?
Bangeet! Gimana, dong?
Auk! Capek gua..


Begitulah pesan Hulkbuster untuk sayah.


Rasa bersalah dan menyesal bukan hal yang asing buat sayah, meski konteksnya bukan melulu tentang makan. Hehehe.

Sebagai makhluk yang punya roller coaster mood, sepertinya sayah sering khilaf. Entah diperkataan, perbuatan, atau bahkan sekedar pikiran yang belum disampaikan. Lately, sayah kurang aware sama hal itu. 

Kalau kata Nouman Ali Khan, not letting our mood affect the way we treat people is a forgotten sunnah.

Iyah, sayah lupa sama sunnah yang satu itu. Berusaha mengesampingkan suasana hati dan tetap berkata dan berbuat baik kepada orang lain. Sayah lupa. Dan sayah merasa bersalah. Does apologizing enough?

Iyah, minta maaf ituh baik. Mohon ampun pada Allah itu baik.
Tapi ternyata merasa bersalah pun baik.
Masa?

Dalam salah satu khutbahnya, Nouman Ali Khan juga sempat cerita soal rasa bersalah. Dia bilang, guilt is a gift from Allah warning you that what you are doing is violating your soul.

Rasa bersalah itu bisa jadi peringatan dari Allah lewat hati kecil kita, bahwa Hey, seharusnya kamu nggak seperti itu! Seperti alarm kecil di belakang mobil yang berbunyi lebih cepat saat mobil hampir menabrak sesuatu. Alarm kecil yang menjaga kita lebih berhati-hati dan tidak sakit hati.

Guilt is a gift! Iyes, itu adalah berkah, hadiah, dari Allah. Bayangkan kalau Allah membiarkan sayah tanpa peringatan? Semua perbuatan buruk saya lakukan tanpa merasa bersalah. Ibaratnya alarm mobil tadi, bagian belakang mobil sudah penyok tertabrak berkali-kali, dan masih terus ditabrakin lagih. 

Lalu, kenapa alarm itu berbunyi?

Karena mendekati sesuatu yang berbahaya. 
Bahayanya lisan sayah menyakiti orang lain. Bahayanya perbuatan sayah menzalimi orang lain. Dan bahayanya pikiran buruk sayah terhadap orang lain.

Atuh sayah musti gimana biar gak mendekati hal yang berbahaya lagi?

Mungkin.
Salah satunya adalah belajar sabar. Seperti nasihat Ali bin Abi Thalib, Aku akan bersabar bahkan hingga kesabaran pun lelah melihat kesabaranku. 

Sabar, pi..

9.10.15

Ada yang Romantis!

Sejak pertama kali bisa menulis, pesen ibu ke saya ada dua, yaitu:
Pertama, tulisannya yang bagus, pi, biar orang mudah bacanya.
Kedua, setiap nulis selalu diawali dengan nulis bismillah, yah nak.

Hasilnya hingga saat ini tulisan tangan saya termasuk kategori mudah-terbaca, sementara tulisan tangan saya untuk huruf Arab termasuk kategori maap-inih-tulisan-apa-gambar-yah. Kecuali untuk kalimat bismillahirrahmanirrahim.

Rutin menuliskan kalimat itu di bagian atas semua tulisan ternyata punya dampak positif dan negatif buat saya. Positifnya, tulisan huruf Arab saya semakin lancar dan terbaca. Negatifnya, saya menganggapnya jadi sekedar kebiasaan dan nyaris melupakan maknanya.

Yaah..gak bagus-bagus amat, sih, tapi kebaca, kan? hehe..

 Tapi, yah, kalau Allah ingin mengingatkan hamba-Nya mah ada ajah jalannya. 
Seperti hari ini. 

Dari kemarin saya sedang mengikuti penjelasan Nouman Ali Khan tentang surat Al-Fathihah, setelah satu jam lebih membahas ayat pertama, beliau akhirnya sampai di ayat ar rahman ar rahim. Dalam bahasa Indonesia diartikan Maha Pengasih Maha Penyayang. Tapi ternyata setelah mendengar penjelasan beliau, kata "kasih" dan "sayang" jadi terdengar kurang lengkap menggambarkan nama Allah arrahman arrahim.

"Kasih" dan "sayang" punya makna yang mirip, bahkan lebih sering dijadikan satu frasa "kasih sayang". Intinya menggambarkan sebuah perasaan suka, cinta, perhatian, dan murah hati. Padahal makna arrahman arrahim jaaauuuuh lebih indah dari itu. Saya akan coba sampaikan kembali apa yang dibahas sama Nouman Ali Khan, yah, mudah-mudahan bisa tetap sampai maknanya.

Kata arrahman dan arrahim sama-sama berakar dari bahasa Arab rahm yang dalam bahasa Inggris diartikan intense love, care, concern, and mercy, mungkin kurang lebih sama dengan kasih sayang. Meski berasal dari kata yang sama, tapi arrahman dan arrahim adalah dua bentuk kata yang berbeda dan memiliki makna yang berbeda juga.

Bentuk kata arrahman, menjadikan makna katanya memiliki 3 kualitas:
1. Extreme atau melebihi ekspetasi
2. Terjadi saat ini
3. Bersifat sementara (bisa menghilang karena sesuatu hal yang kita lakukan)

Jadi, arrahman bisa digambarkan bahwa, iyah Allah saat ini sedang mencintai kita, cintanya luar biasa banyaknya kepada kita bahkan melebihi ekspetasi. Cintaaa bangeeet pokoknya! Tapi kalau kita melanggar perintah-Nya maka kasih sayang itu bisa menghilang dari kita.

Sekarang kata arrahim. Bentuk katanya punya 2 kualitas:
1. Bersifat permanen
2. Tidak harus sekarang. Atau berlaku jangka panjang

Jadi, arrahim bisa digambarkan begini, Allah itu sayang sama kita. Allah cinta sama kita. Tapi nggak harus sekarang kok ditunjukkinnya, pokoknya seterusnya selamanya Allah sayang dan cinta sama kita, meski sekarang gak keliatan kasih sayangnya.

Lalu kenapa dua kata itu harus beriringan?

Karena Allah mau ngasih tau kita, Ia tidak hanya mencintai kita saat ini saja, tapi selamanya Allah memang Maha Mencintai.

Kenapa arrahman dulu baru arrahim?

Misalnya begini, Ibu saya jago masak. Semua masakannya selalu enak-enak. Lalu suatu hari, saya pulang kerja dan laper banget. Di rumah, si Ibu udah masak sayur asem sama ikan asin. Tapi bukannya ngebolehin saya makan masakannya yang enak itu, ibu malah nanya, "Besok mau makan apa, pi?".
Kan sebel yah. Apalagi buat orang yang kalau laper jadi galak.

Yang saya butuhkan ketika laper adalah makan saat ini juga. Baru nantinya setelah selesai makan, kalau ibu saya tanya, "Besok mau makan apa?", saya baru siap ngerespons dengan tepat, "Hmm..gurame bakar?" -aduh ngiler- gitu misalnya. Intinya, kita nggak akan mikir mau makan apa besok sebelum kita selesai makan hari ini. 

Kita akan mulai memikirkan masa depan apabila masa kini kita telah selesai diurus dengan baik. Kurang lebih itu pesannya.

Begitula Allah menyandingkan arrahman arrahim. Seolah-olah Allah mau bilang, "Aku mencintaimu saat ini, dengan luar biasa cinta, dan jangan khawatir, Aku juga Sang Maha Cinta yang akan mencintamu selamanya."

Pantas saja kalimat bismillahirrahmanirrahim selalu harus diucapkan di awal setiap kegiatan kita. Supaya kita ingat bahwa saat ini Allah mengurus kita dengan penuh cinta, dan Allah pula yang akan mengurus masa depan kita karena Ia mencintai kita. Lantas mau bersedih karena apa lagi? 

Tiba-tiba kata arrahman arrahim jadi terdengar begitu romantis buat saya. Bukan sekedar bagian dari rutinitas yang ditulis, kata yang diucap, atau bacaan wajib dalam sholat, tapi sebuah ungkapan cinta yang luar biasa dari Tuhan untuk hamba-Nya.

Allah romantis banget, yah? :)

6.10.15

Berkaca Lewat Cerita

Gak ada yang namanya "kebetulan" kan, yah?

Malem ini ada seorang teman yang cerita soal masalahnya, dia butuh pendapat dan masukan, sukur-sukur sayah bisa bantu mikirin solusi. Untung masalahnya bukan tentang pengaruh harga dollar terhadap keseharian karyawan wanita di Jakarta. Justru lebih rumit dari ituh. Tapi saya gak akan membahas masalah itu di sini. Selain karena ituh mengumbar aib orang lain, juga karena gak akan ada sutradara yang tertarik bikin FTV berdasarkan kisah temen saya ituh kok.

Intinya, selama 30 menit kemudian temen saya mulai cerita panjang lebar via chat di whatsapp. Saya sesekali menimpali dengan komentar singkat seperti, terus? oh gitu? hehe. Tapi semakin dibaca, cerita temen saya tadi terlihat semakin real. Saya seperti sedang jadi tokoh juga di cerita itu. Dan akhirnya saya bener-bener berkomentar dalam hati, Hey! Inih masalah yang gw hadapin juga!

Ini seperti berkendara di jalanan yang sama dengan banyak orang. Kita melihat motor atau mobil di depan, kanan, atau kiri kita, kemudian berkomentar,
Ah, motor di depan itu ban-nya kurang angin!
Mobil yang itu pintu belakangnya kurang rapet tuh!
Lah, itu ibu-ibu belok ke kiri tapi malah nyalain lampu sein ke kanan?!
Padahal, mungkin ban motor kita pun kurang angin, lampu sein lupa dimatikan, atau helm kebalik. Tapi kita nggak ngeh semua hal itu sedang terjadi juga di diri kita.


Mungkin memang lebih mudah melihat masalah orang lain lebih dulu dibanding masalah kita sendiri, yah?


Hal seperti itu benar-benar bisa terjadi, kok. Saya pernah lupa menaikkan standar motor saat nyetir. Nggak lama kemudian saya liat seorang bapak yang lupa menaikkan standar motornya, saya buru-buru ngecek standar motor saya juga. Dan ternyata bener. Akhirnya saya naikkan standar motor dan klakson si bapak-bapak tadi untuk ngingetin hal yang sama.

Jadi, mungkin yah, mungkiiin, Allah memang ingin saya sadar bahwa saya sedang dalam masalah. Langkah awal keluar dari masalah adalah sadar sepenuhnya bahwa -well- kita sedang dalam masalah! Dan uniknya, Allah mengingatkan saya melalui cerita temen saya tadi. 

Temen saya mungkin enggak tau bahwa saya sedang mengalami masalah yang sama. Tapi kan Allah tau. Apa susahnya bagi Allah mempertemukan kami dalam cerita?

Setelah temen saya tuntas cerita, saya jadi bisa melihat masalah dengan lebih logis.
Sama seperti kasus melihat ban motor orang lain yang kempes, tentunya dengan mudah kita akan langsung berpikir bahwa solusinya adalah pergi ke tukang tambal ban. Tapi coba kalau ban motor kita yang kempes. Kita sibuk berprasangka dulu, inih beneran kempes atau perasaan gw doang yah? kayaknya sih kempes. Coba diteken dulu deh. Seginih kempes gak yah?. Dan malah menunda menjalankan solusinya.

Akhirnya saya coba kasih masukan untuk temen saya tadi, kasih pendapat, dan bahkan sempat berusaha memberi solusi juga. Tapi yang temen saya gak tau adalah saya sedang bicara dengan diri saya sendiri. This is my problem too! But now I see it in a different light. A brighter one. (Duh tetiba banyak ninja sedang ngupas bawang merah di kamar sayah. Tissu mana? Tissuu?)

Pada bagian akhir, temen saya mengucapkan terima kasih karena sudah berbaik hati mendengarkan ceritanya. Saya pun mengucapkan terima kasih karena sudah berbaik hati membantu saya berkaca lewat ceritanya.

Mungkin ini salah satu penafsiran yang tepat untuk salah satu kalam Allah, bahwa saat kita berbuat baik untuk saudara kita, sesungguhnya kita sedang berbuat baik untuk diri kita sendiri. Inshaa Allah.



30.9.15

Belajar (Tambah) Yakin

Tadi ada seorang teman yang bilang begini sama saya, "Yakin sama gue, gak bakal harga dollar turun! Kecuali kita jadi negara maju.."

Pernyataan yang penuh percaya diri. Saya nyengir ajah mendengarnya. Ada dua alasan kenapa saya enggak membantah pernyataan tadi atau pun berusaha memberikan pendapat saya. Yang pertama karena temen saya itu sudah sibuk menyebutkan berbagai teori kenapa-dollar-mahal-dan-gak-turun-turun. Kedua karena saya lagi ngunyah permen, jadi susah buat ngomong. #sepik

Udah jelas sih yah, bahwa saya bukan orang yang ngerti banget soal perekonomian negara. Satu-satunya kata "ekonomi" yang paling akrab saya temui adalah pada tiket kereta api atau sabun colek. Jadi saya gak akan bercerita tentang perekonomian negara. Fiuuh..

It's about attitude.

Attitude alias sikap macam apa yang saya maksud?
Itu lho. Sikap yakin atas sesuatu yang bahkan di luar kuasa kita.
Hey! Nasib kita 1 menit berikutnya ajah masih nggak yakin kayak gimana, atuh kumaha kita mau sombong yakin harga dollar gak akan turun? 

Alhamdulillaaaah!


Saya bukan mau bilang bahwa, "Udah nggak usah belajar, enggak usah menganalisis, enggak usah cari tau, toh semua kejadian atas ijin Allah!". Bukaaaan..
Justru manusia memang harus banyak belajar, banyak mengamati dan menganalisis, membuat teori dan kesimpulan. Kan ayat pertama yang disampaikan Allah kepada Rasulullah pun adalah perintah untuk membaca. 

 Tapii..kadang kita memang jadi salah fokus.

Misalnya seperti ini, tiba-tiba saya dapat kiriman hadiah. Pas dibuka, ternyata isinya adalah coklat yang banyaaak sekali *duh. ngelap iler dulu*. Pertanyaan pertama saya tentunya, "Wah, siapa nih yang kirim coklat?". Dilanjut pertanyaan kedua, "Kenapa kok saya dikirimin coklat?" Ituh reaksi normal ketika menerima hadiah.

Masa iya saya terima hadiah, kemudian pas tau isinya coklat, lantas langsung saya makan, terus pamer ke orang lain bahwa coklat milik saya ini enak banget dan bagus untuk kesehatan karena mengandung vitamin E yang bikin awet muda. Tanpa peduli siapa yang mengirimkan dan untuk apa dikirimkan pada saya, apa mungkin saya berani melakukan hal seperti itu? Kan enggak.

Pengetahuan itu seperti hadiah dari Allah. Ia akan berikan kepada yang Ia kehendaki dan akan Ia ambil apabila Ia menghendaki. 

Jadi ketika mendapat sebuah pengetahuan baru, seperti mendapat hadiah, 
"Wah, siapa nih yang kasih saya pengetahuan?" Allah.
"Kenapa kok saya dikasih pengetahuan ini?" Untuk mengingat Allah.

Lantas apa hubungannya dengan orang yang yakin berkata harga dollar tidak akan turun? Menurut saya, mungkin, beliau lupa sama dua pertanyaan di atas. Lupa bahwa ilmunya adalah hadiah dari Allah dan malah sibuk menikmati si hadiah dan menggunakannya semau hati. Alias salah fokus.

Coba bayangin kalau seandainya seorang Ahli Ekonomi, ketika sedang menganalisis perekonomian negara ia selalu ingat bahwa ilmunya itu dari Allah, dan Allah ingin ilmu itu menjadi manfaat untuk banyak orang. 

Mungkin dia akan bicara seperti ini, "Menurut analisis saya, inshaa Allah harga dollar akan terus naik, karena bla..blaa.. Tapi meski begitu, rakyat Indonesia tidak perlu khawatir, karena yang menjamin hidup kita hanya Allah. Mari kita tutup dengan mendoakan para pemimpin bangsa agar selalu dibimbing Allah dalam mengambil keputusan. Aamiin. Jangan lupa isi tromol masjid, yah."

Kalau semua pembelajar yakin bahwa ilmu yang dititipkan padanya adalah hadiah dari Allah untuk terus mengingatnya, maka inshaa Allah tidak akan ada seorang pembelajar pun yang berani berkata, "Saya yakin manusia merupakan evolusi dari kera!", "Saya yakin besok cuaca akan cerah!", atau "Saya yakin Inter Milan pasti juara Liga Champion!".

Karena sejatinya seorang pembelajar, pada saat ia mempelajari, menganalisis, membuat kesimpulan, dan menyusun hipotesis, seluruhnya adalah proses mengingat Allah, bukan melupakan-Nya. Jadi semakin banyak ia belajar, bukan semakin yakin bahwa dirinya berilmu, tapi semakin yakin pada Yang Maha Berilmu.

26.9.15

Bukan Dicari tapi Dijemput.

Lagi demen-demennya nonton Masterchef Australia, nih.
Karena?
Well, those foods look ENAK BANGET!

Si Bapak sampai heran dan berulang kali nanya hal yang sama setiap kali saya sedang nonton acara masak tersebut. Suatu kali, setelah cukup lama duduk dan mencoba melihat sisi menarik dari acara favorit saya, si Bapak nyerah.

Bapak: Apa serunya, sih, pi?
Pipi: Seruuu, paak! Itu mereka harus masak yang unik dan enak, terus waktunya terbatas.
Bapak: Ah, biasa aja.
Pipi: Tuh, tuh, pak, keliatannya enak banget, tapi ternyata kata jurinya kurang enak.
Ibu: Pipi! Mending kamu sini ngaduk santen di kompor! Nonton acara masak tapi kagak bantuin masak!

Yah, intinyah, kata bapak, acara favorit saya gak ada bagus-bagusnya.
Dan kata ibu..yah..begituhlah, hahaha!

Setelah ngaduk santen, ternyata remote TV udah lagi dalam kuasa si Bapak. Ketahuilah, acara favorit si Bapak adalah semacam Animal Planet, Wild Life, atau apapun yang melibatkan adegan binatang sedang hidup normal gitu. Apa serunya coba?

Berhubung tadi si Bapak udah mencoba memahami sisi menarik acara favorit saya, jadi sekarang gantian. Akhirnya saya duduk di sebelah bapak, nonton ikan salmon berenang sambil tetap ngecek acara selanjutnya apa dan kapan acara ini habis.

Ikan salmon yang sudah dewasa dan telah berenang ke hilir harus kembali ke hulu untuk bereproduksi di sana. Nah, perjalanan hilir ke hulu inih lumayan sulit, bahkan sampai harus melompati air terjun kecil. Lompatnya dari bawah ke atas gitu lagih, bukan dari atas ke bawah. Kalu dari atas ke bawah saya juga bisa, tapi jangan deh, khawatir airnyah tumpah semuah. Back to the Salmon, pas lagi nonton ikan salmon melompat dari bawah air terjun kecil ke bagian atas air terjun ini lah saya melihat hal yang amazing

Di atas air terjun, ada beberapa ekor beruang.  Mereka predator bagi ikan salmon. Sebagian dari mereka sibuk menyibak-nyibak air sungai untuk menangkap ikan salmon, tapi sebagian lainnya hanya cukup membuka mulut maka ikan salmon yang melompat dari bagian bawah air terjun akan langsung masuk ke mulut mereka! Keren!
 
 
Kayak kata iklan sosis, "Tinggal lep!"


Coba bayangin kalau kita lapar dan tinggal buka mulut, terus makanan berterbangan masuk. Ayam goreng, cokelat, kue keju, sate ayam..eh sate ayam jangan deh, serem juga sih kalu sate ayam terbang masuk ke mulut. Ituh tusukannya kan agak-agak mengancam kesehatan tenggorokan, yah. Intinyaaah, that flying food is cool!

Adegan beruang makan salmon itu lah yang membuat saya berubah pikiran tentang acara favoritnya si Bapak. Karena saya jadi inget konsep "menjemput rezeki" yang sering dibahas Aa Gym dalam ceramah-ceramahnya di radio. 

Beberapa orang akan bilang "mencari rezeki" tapi nyatanya rezeki-lah yang menemukan kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah menjemputnya dengan cara yang baik dan niat yang benar. Jadi akan lebih tepat kalau disebut "menjemput rezeki" dibandingkan dengan "mencari rezeki".

Saat mencari sesuatu, misalnya mencari penghapus yang hilang waktu jaman sekolah. Kita akan sibuk keliling mengecek kotak pensil teman, kolong meja, pot taneman bu guru, keranjang gorengan di kantin, bahkan nanya sama temen-temen, Eh liat pengapus gw gak? Sementara si penghapus mah diem ajah menunggu kita temukan di kantong baju sendiri. 

Orang yang sedang mencari akan lebih banyak bergerak dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada hal yang dicarinya. Rezeki pun sama, dia lah yang menemukan kita!  

Tapi, kan, saya kerja jauh, 30 km dari rumah, musti kena macet, kerjaannya banyak, terus nunggu tanggal 25 dulu! Usaha saya lebih banyak dari usaha rezeki menghampiri saya, makanya saya mencari si rezeki.

Pertama, rezeki bukan melulu berarti uang.
Kedua, kata siapa usaha kita mendekat pada rezeki lebih besar dari usaha rezeki mendekat pada kita?

Saat haus di rumah?
Kita cukup berjalan dari kamar ke dapur. Mengambil gelas. Pencet dispenser. Minum.
Saat haus di jalan?
Cukup mampir di warung. Keluar uang 1000 rupiah. Tusuk sedotan. Minum.
Saat haus di kolam renang?
Tenang, sayah gak doyan minum aer kolam. 

Coba kita bandingkan dengan perjalanan si air minum untuk sampai ke perut kita. Entah dari mata air pegunungan mana, sudah mengalir berapa jauh, kemudian dijernihkan oleh orang yang kita pun enggak kenal, dikemas oleh orang yang sama juga kita enggak kenal, dibawa oleh supir-supir yang kita nggak berusaha pengen kenal juga, terus sampai ke rak jualan Ind*mart, kita beli, kita minum. 

Perjalanan rezeki kita begitu jaaauuuuh kalau dibandingkan perjalanan dan usaha kita untuk menjemputnya. Maka yang perlu kita lakukan adalah memaksimalkan usaha dan meluruskan niat. Bukan sibuk "mencari rezeki" sampai melupakan Yang Memberi Rezeki. Yakinlah, rezeki akan menemukanmu :)

Mirip dengan si beruang tadi, ada yang sibuk menyiduk ikan salmon dari air dan ada juga yang hanya membuka mulut lalu ikan salmon akan beterbangan masuk ke mulut mereka. Mungkin beruang hanya perlu berjalan sedikit ke air, tapi ikan salmon yang jadi makanan beruang sudah berenang jauuuh sekali untuk berakhir di perut si beruang. Tidak meleset satu ekor pun kalau memang takdirnyah menjadi makanan beruang.

Apapun usaha terbaik yang kita lakukan, Allah tidak akan meleset mengantarkan rezeki kepada hamba-Nya yang Ia kehendaki. Inshaa Allah..

Yaah, jadinya saya nonton acara itu sampai habis sama si Bapak.
Ternyata, lebih keren acara favoritnya si Bapak, euy! :p

ps:
Eh, jodoh juga rezeki, kan yah? Hehehe..

14.9.15

What's inside the "Inside Out"


Dari sejak lihat trailer-nya di bioskop maupun di internet, film Inside Out udah sayah 'tandain' sebagai fim wajib nonton. Karena selain -well it's Disney's and Pixar's!- animasi, katanyah Inside Out yang bercerita tentang bagaimana emosi bekerja dalam pikiran manusia, bener-bener serius menggarap film ini sampai melibatkan para ahli psikologis. Sounds promising, isn't it?

Setelah beberapa kali gagal nonton bareng sama temen-temen kantor, akhirnya minggu lalu saya jadi juga nonton film inih bareng ade dan keponakan (fyi, ade sayah tidur sepanjang film dan keponakan sayah sibuk makan berondong jagung). Anyway, yang penting nonton! Hooraaaay! 

Sayah infokan sebelumnya, kelanjutan tulisan inih akan ada sedikit spoiler film Inside Out, jadi buat kalian yang pengen nonton tapi belum sempet, mending jangan baca, deh. Nanti kalu sebel trus ngambek dan minta beli balon kan repot. I warned ya'..

Jaaadiii..
Di Inside Out, kita akan kenalan sama para Emosi!
Ada joy, sad, disgust, fear, dan anger. Berhubung karakter utama di film itu adalah Riley, anak umur 11 tahun, jadi yang pegang kendali terbesar sejak lahir hingga umur 11 tahun adalah joy. Jelas yah? Anak-anak identik dengan keceriaan dan kebahagiaan. 

Dengan dipimpin oleh joy, semua emosi lainnya bekerja sama untuk membuat hidup Riley bahagia setiap saat. Kecuali sad. Dari awal film, sad udah di 'kucilkan', dianggep ngeganggu, dan nggak ada gunanya. Surprisingly, sayah kebawa sama film itu, hehehe, sempet mikir, "Inih apah deh si sad ngerusak ajah, ngapain sih ada si sad?"

Ternyata sayah ikutan bertanya: untuk apa ada kesedihan? kenapa nggak ciptain kebahagiaan ajah?

Sayah nggak akan cerita bagaimana akhirnya kesedihan punya perannya sendiri dalam membuat hidup manusia bahagia seperti di film Inside Out. Tapi yang saya mau cerita adalah if pursuit a happiness is meant to be human life goal, then why Allah bother making another emotion which the opposite of happiness? Sedangkan apapun yang Allah ciptakan tidak mungkin sia-sia.

Sampai keluar dari bioskop, saya masih hanya larut dengan konklusi yang dibuat oleh penulis cerita film Inside Out, bahwa untuk bisa bahagia, kamu perlu mengenal kesedihan. Tapi kemudian esoknya, Allah ingin suatu ilmu sampai ke saya, jadi dibuatNya temen saya di kantor mendengarkan ceramah, dan menyampaikan ceramah ituh ke saya. Sungguh itu bukan kebetulan.

Temen saya cerita tentang kajian di channel youtube Bayyinah Institute oleh Nouman Ali, tentang apa sebenernya yang diusahakan manusia, what are you pursuing in life? Akhirnya saya nonton video berdurasi sekitar 40 menit tersebut, dan langsung merasa malu dengan pemikiran saya sehari sebelumnya.

Ternyata bukan kebahagiaan lah yang manusia cari, bukan si joy yang harus menguasai kendali emosi manusia untuk bisa membuatnya bahagia, dan bukan dengan menghilangkan si sad lantas manusia baru bisa bahagia. Ternyata bukan semua itu.

Nouman Ali cerita, bahwa untuk bahagia itu mudah. Semudah menunda bangun tidur beberapa menit hanya untuk berbahagia tidur nyaman lebih lama di kasur empuk. Namun kebahagiaan seperti itu sifatnya sementara, beberapa saat kemudian kita akan merasa bersalah, panik, dan tidak bahagia.

Sebenernya Nouman Ali cerita banyak hal tentang apa saja yang dicari manusia dalam hidupnya di video tersebut, tapi yang ingin saya garis bawahi adalah manusia bukan diminta untuk mencari kebahagiaan, melainkan mencari ketenangan dan ketentraman. 

Ah iyah! Sayah jadi ingat salah satu ayat di Al-Quran:
"...Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram."
(QS Ar Ra'du ayat 28)

Bukan berarti untuk mencari ketentraman kita jadi tidak bahagia, bukan seperti itu. Justru ketika mengingat Allah yang menentramkan hati, inshaa Allah kebahagiaan akan ikut hadir. Dan bukan sekedar bahagia seperti mendapat hadiah kuis tebak lagu, tapi kebahagiaan karena rasa syukur dan sabar dalam menjalani semua episode hidup.

Joy, sad, anger, disgust, dan fear bukanlah sosok-sosok yang harus kita beri makan hingga tumbuh besar dan mengendalikan diri kita. Joy tidak selalu harus menjadi paling dominan, fear-anger-disgust bukan sekedar pendukung bagi joy, dan sad bukanlah emosi yang harus dikucilkan. Justru mereka adalah kendaraan kita untuk senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apapun.


Bersyukur ketika senang, bersabar ketika sedih, mohon ampun ketika marah, rendah hati ketika melihat sesuatu yang kurang kita sukai, dan mohon perlindungan ketika ketakutan. See? Semua emosi akan jadi kendaraan yang bagus untuk mencapai ketentraman dengan mengingat Allah. Ketentraman seperti inihlah yang akan  membawa kebahagiaan sejati.



ps:
Accepting this insight about emotion is a thing for me, but to apply it in my daily life, it's another thing. Hahaha.. semoga Allah tolong dan mudahkan selalu :)

26.8.15

Blog berumur 10 tahun.

Lama, yah?

Setelah vakum 3 tahun, setelah beberapa kali berusaha menulis blog baru, dan setelah entah berapa cerita yang gak tuntas ditulis dan cuman jadi that-another-draft, akhirnyah sayah balik lagi nulis di sinih.

Pertama kali nulis di blog inih tahun 2005, kelas 1 SMA, lagi ekspresif-ekspresifnyah. Sekarang, tahun 2015, karyawan swasta, makin lebay. Ha!

Ada banyak hal terjadi di antara tahun-tahun ituh, kalau dibaca dari tulisan-tulisan sayah jaman sekolah sampe sekarang, kalian akan lihat pertumbuhan pemikiran seorang anak perempuan lebay yang somehow selalu mengaitkan dirinyah sama karakter fiksi dari planet Bezita.

Baiklah, kepada blog berumur 10 tahun inih sayah ucapkan:
Oh, I really miss writing in this space!