31.3.11

"Orang seperti saya"

Sebenernya ini bukan kali pertama saya menghadapi orang-orang yang hmmm gimana yah mendeskripsikannya? Sebut saja orang-orang yang Alloh kirim untuk menguji kesabaran saya, hehehe..

Di kampus, saya ikut beberapa organisasi mahasiswa dari sekian banyak yang ada. Dan sepanjang yang saya tau, setiap organisasi itu punya dasar pemikiran atas visi dan misi mereka. Jadi bukan sekedar kumpul lalu jadi organisasi, tapi ada kesamaan tujuan dan kesepakatan dasar pemikiran. Kurang lebihnya sih begitu.
Teruuss..kalau saya sih nggak masalah dengan berragamnya organisasi macam ini. Ibaratnya sekumpulan orang yang mau berenang dari hulu ke hilir, meski sama-sama berenang dan sama-sama dari hulu ke hilir, tapi belum tentu gaya renangnya sama. Dan saya sama sekali nggak keberatan dengan perbedaan semacam itu.
Tapi ternyata nggak semua orang sepakat dengan perbedaan. Atau setidaknya sepakat, tapi tetap merasa yang organisasi yang berbeda itu tidak sebaik organisasinya sendiri. Meski landasan dan tujuannya sama, hanya caranya saja yang berbeda.

Dan begitulah nasib saya tadi, diremehkan oleh orang dari organisasi yang berbeda. Ditertawakan, dianggap tidak baik, dan lain-lainnya lah. Padahal saya udah bilang langsung sama dia, "Kenapa? Ada masalah dengan organisasi saya? Kalau ada sini bicarakan baik-baik di depan saya, jangan cuma bisa ketawa dan ngomong di belakang, mas". Kurang lebih begitu.
Saya akan sangat menerima kalau seandainya dia mau diskusi, bukan cuma tertawa mengejek. Padahal sama-sama organisasi Islam, dan bukankah sesama Muslim tidak baik jika membicarakan jelek terhadap saudaranya? We really should start talking to each other rather than talking bout each other. 

Kejadian kedua yang juga jadi ujian kesabaran dari Alloh adalah waktu saya buka puasa tadi. Hari Senin dan Kamis orang tua saya memang membiasakan kami sekeluarga untuk puasa sunnah mencontoh Rasul. Dan berhubung tadi saya ada rapat di BEM jadi saya buka puasa di sana. Tiba-tiba muncul lah si suara penguji kesabaran, "Wah puasa? Gokillll!" (dengan tatapan takjub tak percaya). Saya cuma menjawab datar setelah minum, "Iya, memangnya salah kalau puasa?".  Ini bukan kejadian pertama ada orang yang bicara dengan nada seperti itu ke saya. Dulu saat saya bilang "habis pulang Liqo", senior saya tertawa lebar. Dia bilang, "Liqo? Kamu liqo?" (dengan tatapan sama takjub dan sama tak percayanya sama yg tadi).

Saya jadi mikir-mikir. Kenapa sih ada yang heran kalau "orang seperti saya" puasa dan liqo?
Apa yang salah?

Saya memang tidak berjilbab selebar mba-mba mentor di kampus, saya juga tidak pakai blus-blus seperti mereka, apalagi sepatu pantofel. Saya memang tidak baca almatsurat saat menunggu bis, tidak suka menggunakan istilah-istilah bahasa arab dalam kalimat sehari-hari, dan juga tidak berjalan dengan anggun.

Tapi "orang seperti saya" yakin akan kuasa Allah sepenuh hati.

Jadi, apa hak saya berbeda untuk beribadah?

30.3.11

IBU : Tiga Huruf, Sejuta Doa.

Abang saya, namanya Syamsul Hadi Zakaria.
Dari kecil saya paling favorit sama abang saya ini. Hobinya baca buku, sampai-sampai saya pun tertular. Jadi saat anak-anak kelas 1 SD masih baca buku bergambar, abang saya malah memperkenalkan mini novel "Lupus"nya Hilman buat saya baca.
Abang saya pinter banget. Kalau ada yang saya belum ngerti di sekolah, pasti dia bisa jelasin dengan bahasa yang mudah saya ngerti. Kalau saya nangis karena nggak ngerti pelajaran matematika waktu SD, dia juga yang ajarin saya pelan-pelan. Saya inget juga waktu dia SMP dia lolos seleksi Murid Teladan, dan waktu saya di SMP dan ikut seleksi yang sama, dia juga yang bimbing proyek ilmiah saya.
Abang saya sekarang kerja sebagai kontraktor dan sudah berkeluarga. Keluarga kecil bahagia insya alloh. Kakak ipar saya, namanya Riza Narulyta, sekarang sudah jadi "Ummi" dan abang saya jadi "Abi" dari Qhayra. Ponakan pertama saya. Cucu pertama Bapak dan Ibu.
Tapi bagian favorit saya tentang abang saya ini adalah fakta bahwa dia yang pintar dan hebat itu selalu ada sebagai "Kakak" buat saya. Nggak pernah lupa kasih semangat ke ade-adenya.

Ade saya, namanya Rahmat Kurniawan.
Karena cuma beda 15 bulan dengan saya, dia nggak pernah panggil saya kakak, hehe, cukup panggil nama saja. Sejak kecil, mulai dari bikin benteng perang dari sofa, golf mini di halaman belakang, sampai sepak bola di teras, pasti dia ajak saya main juga. Sekarang pun kalau berburu komik Dragon Ball dan Kariage pasti kita kerjasama.
Ade saya ini banyak sekali skillnya. Lain dari saya, dia fokus dan konsisten. Waktu dia bilang mau belajar main gitar, dia bener-bener otodidak 1 bulan, dan sekarang sudah jago main gitar. Waktu dia bilang mau main futsal, dia bener-bener konsisten sampai jago main futsal. Dan bahasa Inggrisnya juga jago sekali. Pokoknya dia Jagoan.
Ade saya sekarang masih kuliah di jurusan Bahasa Inggris. Alhamdulillah IPnya bagus-bagus, tetep jago main futsal, dan tetep jago main gitar. Seperti biasa, fokus dan konsisten.
Tapi bagian favorit saya tentang ade saya ini adalah fakta bahwa dia yang terampil itu selalu bisa jadi temen yang kompak buat saya di rumah maupun di luar rumah.

Ade "istimewa" saya, namanya Ainun Salsabila.
Kenapa saya bilang ade saya yang ini "istimewa"? Karena meski tidak lahir dari rahim Ibu yang sama, tapi dia yang paling keluarga kami sayang. Selain itu "istimewa"nya adalah dia punya waktunya sendiri untuk segala hal. Dia baru bisa berjalan sendiri di usia 2 tahun, baru bisa bicara cukup jelas di usia 4 tahun. Dan susunan kata-katanya masih agak berantakan. Meski begitu dia yang "batere"nya paling tahan lama dibanding anak-anak lain seumurannya, apalagi kalau urusan main.
Ade "istimewa" saya sekarang masih TK, insya alloh akan segera masuk SD. Perbendaharaan katanya makin banyak dan sekarang susunan kalimatnya sudah jauh lebih baik.
Tapi bagian favorit saya tentang ade "istimewa" saya ini adalah fakta bahwa Rasul sayang anak-anak seperti dia. Dan keluarga kami pun sayang sekali sama dia.

Terakhir, saya sendiri, Nurfitriani Zakaria.
Sejak kecil saya paling suka bercerita. Baik secara lisan maupun tulisan. Baik pengalaman saya atau apapun yang saya lihat. Pokoknya semua akan saya ceritakan, dari yang lucu, sedih sampai yang gak penting.
Lain dari ade saya, saya sering nggak fokus. Lebih tepatnya saya banyak maunya. Dari TK sampai SMA terhitung saya ganti cita-cita sampai 21x. Tapi setelah Bapak cerita sesuatu ke saya, cita-cita saya cuma satu, dan insya alloh nggak akan berubah lagi.
Saya sekarang sudah tahun terakhir di jurusan Fisika, insya alloh sedang nyusun skripsi. Anggap saja skripsi ini salah satu "cerita" saya juga.
Dan bagian favorit saya tentang diri saya sendiri adalah fakta bahwa sebanyak apa pun cerita saya, keluarga saya selalu ada untuk mendengarkan.


Tau kah kalian kenapa kami berempat bisa sampai sejauh ini?
Semuanya karena Alloh mengizinkan kami dididik langsung oleh Perempuan Luar Biasa yang biasa kami sebut Ibu. Ada yang bilang bahwa, suksesnya seorang ibu bukan dari seberapa besar gaji yang dia terima atau seberapa tinggi pendidikannya. Suksesnya seorang ibu dilihat dari bagaimana anak-anak yang telah ia didik.
Jadi apa pun yang kami lakukan, kami ingin menunjukkan bahwa inilah yang Ibu kami ajarkan. Inilah yang Bapak kami teladankan.

Karena Ibu yang paling peduli bagaimana Abang saya menjadi kepala keluarga yang baik bagi keluarga kecilnya.
Karena Ibu yang paling mendukung bagaimana Ade saya bisa mengembangkan keterampilannya.
Karena Ibu yang paling perhatian pada pola makan dan belajar Ade "istimewa" saya.
Dan Karena Ibu yang paling setia mendengar cerita saya bahkan saat matanya sudah mengantuk karena lelah.

Jadi, setiap hari kami berdoa pada Allah. Semoga hari ini pun Ibu sehat. Supaya tetap bisa telepon Abang saya, sekedar tanya kabar istri dan anaknya. Supaya tetap bisa lihat Ade saya semakin Jago di banyak hal. Supaya tetap bisa temenin Ade "istimewa" saya nyanyi "Ibu Kita Kartini" setiap malam. Supaya tetap bisa denger cerita-cerita saya.
Unreplaceable Mom : Hadijah

 Semoga tahun-tahun sisa umur Ibu ini, bisa kami isi dengan hal-hal yang membahagiakan Ibu. Yang membuat Ibu tak henti bersyukur pada Allah karena telah menjadi "Ibu".
Kami sayang Ibu karena Allah. Semoga Ibu disayang Allah.

~dedicated for unreplaceable Mom~



by : Kakak & Ka Icha, Nee-chan, Abang, Billa.

27.3.11

Seperti tukang odong-odong untuk sang Hujan.

Saya belum ngantuk, heran nih. Biasanya saya gampang banget tidur. Tapi karena mayoritas malam-malam saya habiskan untuk begadang entah baca buku, main laptop, atau ngerjain tugas, jadinya mata saya terbiasa tidur sangat larut malam. Atau disebut sangat pagi yah kalau pukul 02.00 AM ? Pokoknya itu lah..
Dan sekarang meskipun nggak ada tugas, mata saya udah pegel pake kacamata (oh yeah, saya silindris, tau kan itu apaan? kalu gak tau tanya sama pa RT) buat baca buku, tapi saya belum ngantuk. Jadi lah saya pikir daripada saya cuma tiduran sambil menatap langit-langit kamar kayak artis-artis sinetron kalau lagi monolog nggak penting, mending saya nulis! Nulis apa kek gitu, cerita apa kek gitu, yang penting saya gak diem.

Hmm..cerita apa yah?
Ah yah, sebenarnya saya udah tau ini sejak lama, tapi akhirnya minggu lalu saya jadi juga iseng-iseng ngambil foto lantai depan pager rumah. Ngapain juga saya foto lantai depan pager? Karena, beginilah berkas lumut di depan pager rumah saya :

itu yg kepoto kaki saya (gak penting yah?)

berkas lumut depan pager rumah, keliatan kayak perempuan kan yah?
Seriusan, foto-foto ini sama sekali belum mampir di photoshop maupun tetangga-tetangganya. Fresh langsung saya upload perdana di sini. Berkas lumut di depan pager rumah ini menurut penglihatan saya sih mirip seorang perempuan yang lagi mendongak  ke atas. Rambutnya panjang sebahu dan pakai semacam kain gitu di atas bajunya. Gimana? Betul gak yang saya liat?
Kalau ternyata ada orang lain yang nggak percaya yah nggak apa-apa kok. Karena jujur aja, saya sendiri agak-agak palabatu kalau disuruh percaya sama sesuatu yang belum saya liat langsung atau paling nggak dari sumber yang saya percaya. Ngeselin yah? Well, I'm not looking for some enforcement for this picture actually :D. 

"Enforcement". Kalau nggak salah artinya atau maknanya adalah penguatan. Habis menulis kalimat di atas saya jadi mikir lagi, apa bener saya nggak mencari penguatan atas yang saya lihat ini? Atas gambar aneh yang terbentuk oleh lumut di depan pager tadi. Bener saya nggak cari penguatan supaya makin percaya sama hal aneh macam ini?
Mungkin tanpa sadar saya memang sedang mencari penguatan. Berharap ada yang mengatakan, "Oh iya yah pi, mirip orang itu gambarnya." atau "GILA! Ajaib bet bisa berbentuk orang begitu" atau malah "Ckckckc..rumah lu mantep banget pi, iya bener-bener mirip orang deh itu lumut, keren juga yah?"
Daaan kata-kata macem itu lah. Yang intinya mendukung, memperkuat argumen sebelumnya, dan membuat saya makin yakin sama apa yang saya percaya sebagai lumut berbentuk orang. Terus kalau saya pikir-pikir lagi, bukan cuma soal ini aja saya mencari penguatan atas argumen saya. Di banyak kesempatan rasanya saya memang mengharap ada orang yang sepakat dengan pendapat saya, setuju dengan ide-ide saya, dan seterusnya. Tapi faktanya nggak selalu seperti itu.

Saya sudah biasa dijadikan ember curhat temen-temen saya (please do not imagine me as an "ember"). Ada yang suka curhat sama saya, ada juga yang nggak. Biasanya sih temen-temen saya paling males curhat tentang "lawan jenis" kalau ke saya. Selain saya sering nggak ngerti, jawaban-jawaban saya seringnya bikin mereka pengen mencari remote TV buat nimpuk saya.
Setelah saya teliti dengan metode least square (??), saya simpulkan curhat dibagi jadi 2 macam. Ada curhat untuk kebenaran, kita singkat sebagai CUK. Dan ada curhat untuk pembenaran, kita singkat CUP. Actually, singkatan-singkatan ini gak guna juga, cuma saya sudah mulai ngantuk jadi nulisnya mulai ngaco.

Si curhat untuk kebenaran itu adalah mereka-mereka yang curhat karena merasa ada yang salah, jadi butuh pandangan orang lain untuk bantu menilai dia ini salah atau benar. Ini tipe pencurhat yang menyenangkan menurut saya, karena sama mereka-mereka ini saya bukan cuma mendengar mereka cerita, tapi mereka mau mendengar apa pun macamnya pendapat saya. Biasanya pencurhat tipe ini mengakhiri kalimatnya dengan kata-kata, "...gimana pendapat lu?"
Sedangkan si curhat untuk pembenaran adalah mereka-mereka yang curhat karena merasa benar dan butuh dukungan untuk makin yakin mereka benar. Nah tipe yang ini agak ngeselin menurut saya. Karena dia sebenarnya cuma ingin didengar tapi nggak mau mendengar, saya jadi capek kalu dengerin yang tipe-tipe kayak gini nih. Karena mereka bakal gak suka mendengar penolakan atau argumen yang kontra dengan curhatannya dia. Biasanya pencurhat tipe ini mengakhiri kalimatnya dengan kata-kata, "...iya kan? bener kan gue?"

Kadang mungkin manusia cuma ingin didengar tanpa diprotes, makanya muncul si tipe CUP (eeh kepake juga ni singkatan). Karena terkadang seseorang yang curhat itu bukan betul-betul mencari nasihat soal mana yang betul dan salah, mereka cuma mencari dukungan. Tapi di sisi lain, manusia ingin mencari kebenaran, makanya muncul si tipe CUK. Anggaplah itu sifat yang sangat manusiawi..

Jadi, apa saya menantikan penguatan atas gambar-gambar yang saya upload tadi? Atau atas status-status saya di Facebook? Atau atas tulisan-tulisan saya di blog ini?
Hmm...mungkin.
Karena bahkan untuk yakin bahwa hujan akan turun pun, langit butuh penguatan dari awan-awan mendung, hembusan angin, dan tukang odong-odong yang menutup odong-odongnya dengan terpal supaya tidak basah.



13.3.11

Gempa, Tsunami, dan Hati yang Selalu Merendah

Jepang diguncang gempa bumi lagi kemarin (11/03), kali ini bahkan termasuk yang sangat besar dengan skala 8.9 SR dan memicu Tsunami setinggi 10 meter yang lantas menelan ribuan nyawa, jutaan harta benda penduduk, dan bahkan mengancam kebocoran Reaktor Nuklir Jepang.

Sebelumnya, saya mau cerita sedikit tentang gempa dan tsunami. Kalau temen saya komentar, dia cuma bilang, "Nothings special, itu kan cuma fenomena alam, sama seperti hujan.". Secara konsep filosofis saya setuju, tapi kalau proses terjadinya tentu saja berbeda kan. Gempa bumi bisa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan penyebabnya.

Gempa Vulkanik
Gempa vulkanik disebabkan adanya aktivitas dan pergerakan luar biasa dari magma di dalam perut bumi yang akan mendesak keluar dari sebuah gunung berapi. Dorongan dan pergerakan magma ini menyebabkan tanah-tanah disekitarnya juga ikut bergetar, maka terjadilah gempa. Dan untuk gempa vulkanik biasanya diiringi dengan letusan gunung berapi.

Gempa Tektonik
Sedangkan gempa tektonik disebabkan adanya pergeseran lempeng bumi yang kemudian saling bertumbukan. Bayangkan saja kita meletakkan potongan-potongan gabus di dalam panci berisi air. Lalu panaskan airnya hingga mendidih. Kemudian tuangkan dan sajikan selagi hangat  perhatikan, gabus-gabus itu akan bergerak ke sana kemari, saling tumbuk satu sama lain.
Prinsipnya sama. Tanah tempat kita berpijak ini adalah lempeng-lempeng "gabus" yang terletak di atas "panci" berisi inti bumi cair yang panasnya luar biasa. Dan karena ada perbedaan suhu, cairan ini pun terus bergerak sebagaimana air mendidih yang bergolak. Jadilah lempeng-lempeng di atasnya terombang-ambing. Tapi tentu saja pergerakan lempeng bumi tidak seekstrim pergerakan gabus dalam panci panas tadi.

Lalu bagaimanakah sebuah gempa bisa memicu Tsunami?
Tsunami atau gelombang besar air laut ini memang bisa dipicu oleh gempa. Karena sebenarnya ia terjadi saat ada perubahan permukaan laut secara vertikal. Dan pergeseran atau tumbukan lempeng bisa mengakibatkan perubahan permukaan laut tersebut. Kurang lebih begitu.

Kenapa Gempa dan Tsunami disebut temen saya sama saja seperti hujan? Karena pada intinya yang Allah ciptakan serba seimbang. Dan jika ada yang goyah, maka mereka akan kembali mencari keseimbangannya. Air hujan dari bumi akan kembali ke bumi, apa jadinya kalau titik-titik hujan bertahan di awan? Ketidakseimbangan, dan langit akan gelap gulita. Gempa pun begitu, hanya bentuk pencarian keseimbangan segala ciptaan Allah ini.

Jepang yang menguasai teknologi canggih sudah sangat terbiasa dengan gempa, meski rasio gempanya dalam setahun masih lebih sedikit dari Indonesia, tapi belajar dari pengalaman mereka sudah sangat terlatih dan siap sedia menghadapi gempa. Sebut saja teknologi konstruksi anti-gempa dan juga barikade anti-tsunami di sepanjang garis pantai jepang.

Tapi nyatanya Allah berkehendak lain. Saat dulu teknologi konstruksi anti-gempa baru dikembangkan oleh Jepang, beberapa tahun kemudian Allah menguji mereka dengan gempa besar. Kobe kemudian rata dengan tanah. Jalan-jalan layang yang dibangun dengan konstruksi canggih pun dipaksa rebah. Padahal sudah anti gempa.
Lalu bertahun-tahun kemudian, ada prediksi datangnya Tsunami di Jepang, ternyata Tsunami justru mampir di Indonesia. Menghujam Aceh tanpa ampun. Kemudian Jepang kembali menujukkan teknologi terbarunya, yaitu barikade anti-tsunami di sepanjang garis pantai Jepang. Dan sekali lagi, bertahun kemudian, tepatnya persis kemarin, Allah berkata lain, barikade itu hanya diam saja dihempas ombak setinggi 10 meter. Padahal sudah anti tsunami.

Menjadi pintar, cerdas, berbakat, dan berteknologi maju memang sebuah hal yang membanggakan dan perlu diusahakan. Tapi bukan berarti diusahakan harus dibangga-banggakan. Karena kalau hati ini sudah terbang tinggi, lalu yang Maha Berhak Berhati Tinggi ingin menjatuhkannya lagi ke bumi, rasanya pasti sakit sekali.

Di rumah saya, salah satu pendidikan yang tidak pernah berhenti dilakukan dari dulu sampai sekarang oleh Bapak dan Ibu saya adalah soal hati ini. Terutama penyakit yang namanya "Sombong". Bahaya sekali kata Bapak, bahkan penyakit itu yang pertama kali membuat Iblis terusir.
Jadi, di rumah saya, jangan bayangkan ada Bapak dan Ibu yang gemar memuji anaknya saat mendapat rangking pertama atau sekedar berhasil melakukan sesuatu. Tidak akan ada satu kata pun yang seperti itu. Dulu saat masih SMA, setiap kali rapor saya sodorkan pada Bapak, beliau tidak perlu melihatnya.

Bapak : Ada angka 7-nya gak?
Saya : Ada cuma satu tapi kook, cuma ekonomi aja
Bapak : Yaah gimana sih, masa ada angka 7-nya

Terserah meskipun selain angka 7 itu adalah angka 9, yang Bapak permasalahkan hanyalah si angka 7 itu. Saya sudah paham sekali gaya Bapak dan Ibu yang seperti itu, tapi suatu kali saya nggak tahan untuk nggak protes. Pengen sekedar berkeluh-kesah aja.

Saya : Bapak mah yang diliat angka 7 doang, tapi kan Fisika pipi dapet 9, pak, kenapa nggak pernah disebut-sebut?
Bapak : Kenapa harus disebut-sebut, itu kan sudah bener dapet 9, udah bener kenapa harus diprotes kan? Jadi yang angka 7 aja bapak protes.
Saya : *yeeah..i know, iseng doang pak nanya*

Rencana Bapak dan Ibu soal mengurus hati anak-anaknya ini menurut saya bagus juga sih, supaya saya nggak terbiasa sama "butuh kata2 pujian". Juga terbiasa untuk paham bahwa kesombongan hanya akan berakhir pada keterpurukan sedangkan kerendahan hati lah yang akan membawa manusia pada kemuliaan.

12.3.11

Sekali "mendayung" 2 Pameran Terdatangi :D

I'm not literally "mendayung" actually. Karena kayaknya kurang etis aja gitu kalu saya harus ber-getek-ria di sepanjang got jakarta, kan yah?
Alhamdulillah, kemarin setelah susah payah dan dengan banyak rintangan, saya dan Mega berhasil juga sampai di Istora Senayan. Kita berdua naik PPD 54, dan itu ternyata turunnya persis di belakang JCC, sedangkan kalau biasanya kita naik Patas AC 143 kita turun di deket Istora. (perlu dicatet, pengetahuan baru dalam kamus Angkutan Umum saya). Alhasil, kita jalan kaki dulu dari JCC ke Tenis Indoor di tengah teriknya matahari jam 12.

Sampai di Senayan ternyata nggak terlalu penuh, mungkin karena hari Jumat. Waktu saya datang pun kebanyakan booth lagi ditutup dulu karena penjaganya harus sholat Jumat. Jadi saya sama Mega muter-muter aja dulu ke booth yang masih buka. Biasanya saya ke Islamic Bookfair di hari terakhir, selain karena diskonnya makin banyak, karena bang Darwis biasanya ada bedah buku kalau di hari terakhir. Jadinya untuk ke Bookfair kali ini kita nggak terlalu lama, cuma 3 jam aja muter-muter dan beli-beli. Tanpa sadar uang saya sudah mau habi (-_-'), jadi buku tentang pak Sjafrudin Prawiranegara belum jadi kebeli.

Emang apa aja yang saya beli? Sebenarnya kebanyakan sih titipan. Temen kampus nitip beli buku untuk hadiah lomba. Terus Ibu nitip beli kaos kaki (mumpung murah).

Ibu saya suka sekali liat barang murah. Kayak kaos kaki bakal abis dimakan ajah.

Terus, saya masuk di salah satu booth yang isinya komik bekas semua. Dan di salah satu pojokannya ada kardus yang kayaknya nggak banyak orang perhatikan. Padahal pas saya buka isinya komik Kariage-kun, Kobo-chan, dan Dragon Ball!! Masya alloh, itu sih harta karun buat saya. Kalau saya banyak duit, udah sama kardus-kardusnya pasti saya beli. Faktanya saya nggak banyak duit, jadi cuma beli beberapa. Dragon Ballnya juga nggak ada yang saya belum punya jadi nggak dibeli deh.

Komik Favorit 3Brothers&Sister

Selain itu, saya beli seri buku API SEJARAH 2, lumayan dari harga 148rb jadi tinggal 100rb. Dan di booth buku Muhammadiyah saya beli bukunya Pak Syafii Maarif juga, tapi baru seri satunya, karena uang saya udah nggak cukup buat beli seri 2 dan biografinya Buya Hamka. Alhasil sekarang di rumah waiting list buku yang saya harus baca dalam sebulan ini bertambah lagi. Sekaligus siap-siap nabung sisa-sisa uang jajan untuk beli buku lagiii :D

bisakah saya habiskan dalam waktu satu bulan?

Habis dari Islamic Bookfair, saya dengan kantong plastik yang lumayan berat-berat, jalan kaki lagi ke JCC. Nah di Mega Bazaar ini lain betul suasananya sama di Islamic Bookfair tadi. Kalau di Islamic Bookfair kebanyakan yang saya liat itu perempuan berjilbab, tapi di Mega Bazaar justru saya liat mba-mba SPG dengan kain yang dibelit-belit di badannya. Ada yang cuma kayak pakai handuk, ada yang lintas bahu, ada bahkan ada yang kayak nggak pake celana (lhoo??). Terus di booth-booth tertentu juga ada badutnya segala. Ada orang yang badannya di cat silver semuanya, ada yang naik enggrang, wah macem-macem deh strategi dagang mereka.

Di JCC sebenernya nggak mau belanja banyak seperti waktu di bookfair, hanya mau ambil pesanan speaker punya temen saya, si Mega itu. Dan pas kita liat kardus speakernya. Masya Alloooh, kirain mah speaker kecil gitu kayak buat komputer, ternyata si Mega beli speaker yang lumayan gede, boi! Dan perlu diketahui, temen saya Mega yang cantik ini, orangnya kecil imut-imut gitu. Sedangkan saya gede bongsor begini. Otomatis, saya ngerasa gak "iye" aja kalau ngebiarin dia ngegotong-gotong kardus speaker segede alaihim itu. Jadi deh kita tukeran, dia bawa kantong plastik berisi buku-buku saya, yang meski agak berat tapi setidaknya lebih ringan dari speaker. Dan saya yang bawa kardus speaker itu. Rutenya adalah dari JCC jalan sampai halte depan JCC, yang mana harus melalui tangga penyeberangan yang ngajak saingan sama tangga penyebrangan busway di Dukuh Atas.

Masya Allooh, pinggang saya sudah nggak berasa.

11.3.11

Sarapan bersama Ibu (dan pak SBY)


Tumben sekali ini saya pagi-pagu udah posting, pasti ada apa-apanya..

Well, not much, hanya ingin share bahwa ibu saya lagi-lagi berinovasi di dapur. Dari bahan-bahan yang sebenarnya biasa ada setiap hari, tapi karena jatuh di tangan ibu saya, maka semuanya yang biasa akan jadi "luar biasa".
I'm not flattering my own Mom, but She really deserve my compliment :P

Jadi inget pertanyaan sepupu saya waktu kami (saya, abang, dan adik) main ke rumahnya.
Sepupu : Waah, ini bertiga bersaudara makin pada gemuk-gemuk aja
Dan abang saya dengan c-o-o-l menjawab,
"Mau gimana lagi dong, Ibu kita masaknya enak," :D
Sebuah alibi yang bagus sekali, hehe.

Dan pagi ini, saat saya masih tidur-tiduran lagi sehabis sholat subuh, Ibu sudah sedang berkutat dengan kembang kol, wortel, dan kawan-kawannya. Demi mencium aroma wangi dari dapur, saya keluar kamar.
Saya paham betul karakter ibu saya, seandainya begitu keluar kamar saya langsung mengambil mangkok sarapan yang disediakan, sudah pasti hari ini saya sarapan dengan dihiasi wejangan panjang lebar tentang kamar saya yang berantakan atau apa saja yang berantakan di rumah. Jadi setelah mencuci muka dan sikat gigi, saya (tanpa disuruh) merapihkan karpet dulu. Betul saja kan dugaan saya, kalau saya beres-beres dulu, pagi ini Ibu nggak akan "komentar" soal kamar saya yang berantakan sisa mengerjakan makalah semalam.
Ibu justru bilang, "Pi, nanti yang nggak pedas ini kamu suapin ke Billa yah,"
hohohoh : SUKSES BESAR.

Jadi deh saya dan Ibu sarapan bersama. Sebenarnya hanya kombinasi antara capcay dan mie instan, tapi entah kenapa rasanya enaaak sekali. Mienya gurih, dimakan bersama kembang kol dan wortel yang manis, lalu ada kuah hangatnya, juga bakso dan daging ayam yang empuk dan gurih. Haduh, jadi pengen nambah :9

Mau dikasih nama apa yah makanan ini?




Tanpa membaca resep dari Internet atau buku resep apa pun, tanpa menimbang banyaknya garam dan bumbu lain yang harus dimasukkan. Tapi seorang Ibu tetap bisa "meramu" bahan-bahan masakan itu jadi sesuatu yang seimbang dan nikmat di lidah. Ada indera keenam soal masakan kah di tubuh Ibu-ibu? Mudah-mudahan suatu saat ada penelitiannya.

Sambil sarapan, Ibu juga suka nyeletuk sekali-kali, komentar tentang berita yang ada di TV. Dan pagi ini giliran berita "batal Reshuffle ala SBY". Malah katanya disinggung-singgung, sang Presiden bilang dari awal memang dia tidak pernah berkata langsung akan ada Reshuffle. Itu kan hanya anggapan media dari apa yang dia sampaikan, kurang lebih begitu.
Haaa...terserah bapak sajalah, kalau memang mau menggunakan sindiran dalam kalimat, manipulasi kata, atau bumbu-bumbu lainnya dalam berbicara, lebih baik jadi pengarang saja, pasti akan terkenal.
Baiknya kan seorang pemimpin itu bicara dengan maksud dan tujuan yang jelas, dengan bahasa yang dimengerti seluruh rakyatnya, dengan tanpa menyimpan maksud lain dibalik kata-katanya.
Seperti Ibu, tidak banyak bicara yang saya tidak mengerti. Kalau memang mau menegur saya, yah tegur saja. Kalau memang ada yang tidak Ibu suka, yah disebut saja. Dan Ibu tidak pernah membumbui kata-katanya, yang dia katakan adalah yang dia lakukan.

Balik ke soal Reshuffle. Yang ini juga mungkin pak Presiden perlu tanya sama Ibu-ibu, tidak harus Ibu saya. Kenapa saat mereka mencampur bahan-bahan masakan, takarannya bisa pas, dan rasanya jadi enak?
Sedangkan saat meramu komposisi pejabat pemerintahan, rasanya belum jadi menu enak sekali pun, selalu harus ada "bahan" yang diganti.
Masalahnya menurut saya, setiap bahan kan memang harus ada di takarannya, ada keseimbangannya. Supaya rasanya tidak dominan.
Makanya Ibu mengajarkan untuk memasukkan sedikit gula untuk masakan yang gurih atau berbumbu, dan memasukkan sedikit garam untuk masakan yang manis-manis seperti kue.
Supaya apa? Supaya seimbang.

Jadi menurut saya nggak masalah kalau dalam "resep" kabinet bapak ada perbedaan sedikit-sedikit. Ibaratnya semua bahan-bahan yang bapak gunakan rasanya manis, lalu ketika ada satu bahan yang jadi asin rasanya, lantas bapak ganti lagi dengan yang manis? Pantas saja rasanya "dominan".
Lihatlah nasi goreng, apa jadinya kalau yang dituang di atas nasi goreng itu saos bukannya kecap? Rasanya tidak akan senikmat ketika rasa pedas bertemu dengan manisnya kecap. Kadang memang kontradiktif diperlukan untuk memberikan sebuah "rasa".

10.3.11

Negri-negri yang Dihancurkan Allah


Sebuah keniscayaan bahwa Allah yang Maha Menciptakan sekaligus menjadi Yang Maha Menghancurkan. Bila Allah berkehendak, maka menjadikan pulau-pulau di Indonesia hanya tinggal serpihan debu adalah hal yang sangat mudah. Allah hanya perlu “memerintahkan” seluruh gunung berapi di Indonesia untuk memuntahkan isi perut bumi, kemudian “memanggil” awan-awan hujan untuk membanjiri pelosok negeri hingga bahkan orang paling tinggi di Indonesia pun kesulitan menjejakkan kaki di tanah. Dan jika itu masih belum cukup untuk menghancurkan seluruh negri ini, Allah cukup tambahkan saja petir menyambar ke bumi yang terendam banjir, maka listrik statis jutaan volt akan dengan cepat membunuh sel-sel otak manusia.

Menyeramkan? Memang. Tidak ada yang mengatakan bahwa kehancuran itu suatu hal yang menyenangkan. Tapi perlu diingat bahwa Allah Maha Penyayang, sehingga tidak akan mungkin Dia meninggalkan hambaNya tanpa sebuah pedoman untuk dipelajari dan seorang Rasul sebagai panutan. Di dalam Al-Qur’an, Allah mengajarkan kita banyak hal mengenai negri-negri yang dihancurkan. Misalnya saja negri-negri kaum Nabi Huud, Nabi Shaleh, Nabi Luth, dan Nabi Syu’aib.

Kaum Nabi Huud

(١٢٩) تَخۡلُدُونَ لَعَلَّكُمۡمَصَانِعَ وَتَتَّخِذُونَ (١٢٨) تَعۡبَثُونَ ءَايَةً۬رِيعٍ بِكُلِّ أَتَبۡنُونَ

Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main, (128) dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di dunia)? (129). (QS: Asy Syu’araa)

Kaum Aad hidup di daerah yang makmur dan subur. Allah mencurahkan banyak sekali nikmat bagi mereka. Hewan-hewan ternak berkembang biak, kebun-kebun selalu produktif, dan sumber-sumber mata air tak ada habis-habisnya. Sebuah gambaran negri dengan sumber daya alam yang luar biasa, itulah daerah yang ditinggali oleh Kaum Aad.

Tapi kemudian lahan-lahan subur serta kebun-kebun yang selalu produktif itu mereka hancurkan. Ide lain melintas di pikiran mereka, bahwa lahan-lahan itu bisa menjadi tempat mendirikan bangunan-bangunan tinggi. Tak hanya satu atau dua, Kaum Aad mengubah sebagian besar lahan-lahan subur mereka menjadi bangunan-bangunan tinggi tempat mereka menghabiskan waktu bersenang-senang seolah waktu tidak ada habisnya.

Maka Allah mengutus Nabi Huud untuk memberi mereka peringatan, mengajak untuk taat pada Allah dan nabiNya, namun mereka hanya berkata, “Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan diazab” (QS: Asy-Syu’ara, 133-134). Namun itu menurut kaum Aad, sedangkan Allah berkehendak lain. Badai pasir menggulung habis kaum Aad bahkan hingga bangunan-bangunan tinggi yang mereka dirikan tidak terlihat lagi jejak-jejaknya.

(١٣٩)‌مُّؤۡمِنِينَ مأَكۡثَرُهُ كَانَ وَمَا ‌ۖ لَأَيَةً۬ذَٲلِكَ ىفِ إِنَّ ‌ۗ هۡلَكۡنَـٰهُمۡ فَأَ فَكَذَّبُوهُ

Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (QS: Asy Syu’ara)

Kaum Nabi Shaleh

طَلۡعُهَا وَنَخۡلٍ۬ وَزُرُوعٍ۬ (١٤٧) وَعُيُونٍ۬ جَنَّـٰتٍ۬ فِى (١٤٦)ءَامِنِينَ هَـٰهُنَآ مَا فِى أَتُتۡرَكُونَ

(١٤٩) فَـٰرِهِينَ بُيُوتً۬ا ٱلۡجِبَالِ مِنَ وَتَنۡحِتُونَ (١٤٨) هَضِيمٌ۬

Adakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini (di negeri kamu ini) dengan aman, (146) di dalam kebun-kebun serta mata air, (147) dan tanaman-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut (148) Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin (149) (QS: Asy Syu’ara)

Nabi Shaleh diutus di antara kaum Tsamud, kaum yang tersohor karena kepintaran dan teknologinya. Pengetahuan mereka mengenai pertanian dan perkebunan menjadikan kebun-kebun mereka tumbuh subur, pohon-pohon kurma berbuah secara rutin, dan mata air dimanfaatkan seefektif mungkin di zaman itu. Bahkan dengan teknologinya, kaum Tsamud memahat gunung-gunung, menjadikannya rumah-rumah rekreasi dan peristirahatan bagi mereka.

Lalu Allah kemudian mengutus seorang nabi bernama Shaleh, yang datang bukan dari bagian para ilmuwan ahli teknologi, atau pun insinyur ahli pertanian kaum Tsamud. Maka jadilah Nabi Shaleh beserta risalahnya dipandang sebelah mata oleh kaum Tsamud, mereka menolak ajakan untuk taat pada Allah serta Nabi Shaleh. Bagaimana mungkin ahli teknologi dan insinyur pertanian yang jauh lebih pintar dari Nabi Shaleh akan mendengarkan ajakan seperti itu? Kepintaran dan keahliannya menciptakan teknologi-teknologi baru menulikan kaum Tsamud dari dakwah Nabi Shaleh sehingga Allah menguji mereka dengan seekor unta betina.

Semakin menjadi-jadi mengacuhkan peringatan Nabi Shaleh, kaum Tsamud justru membunuh unta betina itu. Maka turunlah azab Allah berturut-turut yang menghabisi kaum Tsamud.

‌ۗ فِيہَآ غۡنَوۡاْ لَّمۡكَأَن (٦٧) جَـٰثِمِينَ دِيَـٰرِهِمۡ فِى فَأَصۡبَحُواْ ٱلصَّيۡحَةُاْظَلَمُو ٱلَّذِينَ وَأَخَذَ

(٦٨) لِّثَمُودَ بُعۡدً۬ا أَلَا رَبَّہُمۡڪَفَرُواْ ثَمُودَاْ إِنَّ أَلَآ

Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya (67) seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlan bagi kaum Tsamud. (68) (QS: Huud)

Kaum Nabi Luth

(٨٠) ٱلۡعَـٰلَمِينَ مِّنَ أَحَدٍ۬ مِنۡبِہَا سَبَقَكُم مَا ٱلۡفَـٰحِشَةَ أَتَأۡتُونَ لِقَوۡمِهِۦۤ قَالَ إِذۡ وَلُوطًا

(٨١) مُّسۡرِفُونَ قَوۡمٌ۬أَنتُمۡبَلۡ ‌ۚ ءِٱلنِّسَآدُونِ مِّن شَہۡوَةً۬ ٱلرِّجَالَ لَتَأۡتُونَ إِنَّڪُمۡ

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya : “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? (80) Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS: A; A’raaf: 80-81)

Tidak seperti kaum Tsamud atau pun kaum Aad yang berkaitan dengan alam lingkungan hidupnya, kaum Sodom dimana diutusnya Nabi Luth justru mendustakan tatanan rumah tangga yang sudah Allah atur. Sebagian besar kaum Sodom menerapkan gaya hidup Homoseksual. Mereka meninggalkan wanita-wanita yang Allah telah ciptakan sebagai pasangan hidup para lelaki, dan justru memilih untuk berhubungan dengan sesama lelaki.

Ketika Nabi Luth memperingatkan mereka dan mengingatkan bagaimana seharusnya tatanan rumah tangga yang diatur oleh Allah, kaum Sodom justru mengusir Nabi Luth dan menganggapnya serta pengikut-pengikutnya sebagai orang yang sok suci karena tidak mengikuti gaya hidup homoseksual mereka. Maka ketika datang azab Allah, mereka tidak bisa lagi berkata-kata. Kaum Sodom habis dihujani batu-batu dari tanah yang terbakar.

(٨٢)مَّنضُودٍ۬سِجِّيلٍ۬ مِّن حِجَارَةً۬عَلَيۡهَا وَأَمۡطَرۡنَا سَافِلَهَا عَـٰلِيَهَا جَعَلۡنَا أَمۡرُنَا جَآءَ فَلَمَّا

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. (82) (QS: Huud)

Kaum Nabi Syuaib

فِى تَعۡثَوۡاْ وَلَا أَشۡيَآءَهُمۡٱلنَّاسَ تَبۡخَسُواْ وَلَا بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَٱلۡمِيزَانَ ٱلۡمِڪۡيَالَ وۡفُواْأَ وَيَـٰقَوۡمِ

(٨٥)مُفۡسِدِينَ ٱلۡأَرۡضِ

Dan Syuaib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (85) (QS: Huud)

Nabi Syuaib diutus pada kaum Madyan. Kaum ini tidak mengeksploitasi hasil bumi, tidak juga menganggap kepintaran mereka segala-galanya, atau pun merusak tatanan rumah tangga. Kaum Madya justru merusak tatanan perekonomian dalam masyarakat. Mereka mencurangi timbangan, membuat rugi manusia lainnya, dan merampas sebagian hak-hak manusia lainnya dalam perekonomian. Sebagian besar kaum Madya gemar mengumpulkan harta, maka apabila berdagang mereka mencurangi timbangan agar mendapatkan keuntungan yang lebih lagi sehingga hartanya pun semakin banyak.

Nabi Syuaib kemudian datang sebagai pemberi peringatan, mengingatkan bahwa sesungguhnya keuntungan di sisi Allah jauh lebih baik dari keuntungan yang didapat dari hasil mencurangi timbangan. Nabi Syuaib mengajak mereka untuk taat pada Allah dan padanya. Namun kaum Madya yang terlanjur buta oleh harta justru mendustakan apa yang disampaikan Nabi Syuaib. Menurut mereka ini adalah harta mereka, jadi apa yang mereka lakukan pada harta tersebut adalah haknya.

Nabi Syuaib bahkan telah mengingatkan mereka tentang apa yang terjadi atas orang-orang sebelum mereka yang Allah hancurkan negrinya tanpa sisa karena mendustakan apa yang disampaikan oleh Nabi dan RasulNya. Tapi kaum Madyan tidak peduli pada apa yang disampaikan Nabi Syuaib, maka ketika datang awan-awan gelap dan mereka pikir musim penghujan telah tiba, justru azab Allah-lah yang datang. Suara yang mengguntur mengiringi angin kencang luar biasa yang menghabisi kaum Madyan.

ظَلَمُواْ ٱلَّذِينَ وَأَخَذَتِ مِّنَّا ۥ بِرَحۡمَةٍ۬ مَعَهُ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ شُعَيۡبً۬ا نَجَّيۡنَا أَمۡرُنَا جَآءَ وَلَمَّا

(٩٤) جَـٰثِمِينَ فِى دِيَـٰرِهِمۡفَأَصۡبَحُواْ ٱلصَّيۡحَةُ

Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. (94) (QS: Huud)

Demikian sedikit kajian singkat dari pelajaran yang Allah sampaikan pada kita mengenai negri-negri yang Allah hancurkan karena mendustakan ayat-ayatNya. Maka sekarang saatnya bercermin mengenai negri kita sendiri, Indonesia.

Adakah yang seperti kaum Aad? Yang berlebihan menghancurkan lahan-lahan produktif yang memegang peranan penting bagi kesejahteraan masyarakat untuk kemudian mengubahnya menjadi aset-aset yang hanya menguntungkan perutnya sendiri. Mengubahnya menjadi bangunan-bangunan tinggi yang digunakan untuk bersenang-senang hingga lupa diri, lupa waktu, dan lupa Allah.

Data terbaru dari Kemenhut menunjukkan bahwa walaupun berkurang, laju kehilangan hutan masih mencapai 0,8 juta hektare per tahunnya, dari tahun 2006 ke 2008. Sedangkan hutan yang rusak terhitung seluas 59,7 juta hektare sampai tahun 2002. (Fitrian Ardiansyah – ANTARA). Hutan-hutan ini dirusak tanpa memperhatikan bagaimana menjaga keseimbangan alam, lalu kemudian juga hasil dari penjualan kayu-kayu dan hasil hutan ini hanya dinikmati sebagian pihak, itu pun masih rentan dihadang korupsi karena kepastian hukum yang juga kurang mendukung.

Adakah yang seperti kaum Tsamud? Yang begitu membanggakan kecerdasannya, begitu menuhankan pemikirannya, sampai-sampai rasanya tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh otaknya sendiri tanpa mengharap bantuan Allah. Kecerdasan, kepintaran, teknologi menjadikan kesombongan memenuhi telinga mereka sehingga tidak ada lagi tempat masuk bagi nasihat-nasihat kebaikan.

Nyatanya orang-orang yang menyombongkan diri hanya karena memiliki level pendidikan yang tinggi atau menguasai suatu teknologi tertentu ada saja yang merasa tidak perlu menerima nasihat-nasihat kebaikan, merasa cukup mengandalkan diri dan otaknya. Lupa pada siapa yang menciptakan diri dan otak untuk berpikir tersebut. Padahal mestinya mereka menengok pada Prof. Dr. BJ Habibie yang tetap rendah hati dan berpikiran terbuka meski teknologi pesawat terbang telah dia kuasai.

Lalu adakah yang seperti kaum Sodom? Yang menyimpang dari fitrah Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai pasangan satu sama lain, kemudian mereka lebih memilih menuruti hawa nafsunya sendiri dan dengan bangga mengusung bendera Homoseksual dan Lesbian.

Di Indonesia, data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian dalam jumlah bermakna terus melakukannya. (Kompas Cyber Media, 2003) Hasil survei YPKN menunjukkan, ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar. Dede memperkirakan, secara nasional jumlahnya mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia. Dr. Dede Oetomo, adalah "presiden" gay Indonesia, yang telah 18 tahun mengarungi hidup bersama dengan pasangan homonya, beliau juga seorang "pentolan" Yayasan Gaya Nusantara. (Gatra, 2003)

Dan terakhir, adakah yang seperti kaum Madyan? Yang mengurangi timbangan, yang mengambil sebagian hak-hak orang lain untuk memperkaya dirinya sendiri. Dalam bahasa kekinian, hal-hal seperti ini disebut tindakan korupsi. Dan prestasi korupsi Indonesia sudah tidak perlu lagi dipertanyakan. Bukan saja dalam bidang perdagangan, tapi semua bidang di Indonesia mungkin telah tersentuh tindak korupsi. Mulai dari pendidikan sampai ke hukum. Dari perpajakan sampai ongkos naik haji.

Angka tingkat korupsi Indonesia semakin meningkat ditahun 2009 dibanding tahun 2008. Pada tahun 2009, Indonesia ‘berhasil’ menyabet prestasi sebagai negara terkorup dari 16 negara surveilances dari PERC 2009. Indonesia mendapat nilai korupsi 8.32 disusul Thailand (7.63), Kamboja (7,25), India (7,21) and Vietnam (7,11), Filipina (7,0). Sementara Singapura (1,07) , Hongkong (1,89), dan Australia (2,4) menempati tiga besar negara terbersih, meskipun ada dugaan kecurangan sektor privat. Sementara Amerika Serikat menempati urutan keempat dengan skor 2,89. Jadi, dari data PERC 2010, maka dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dibanding dengan 16 negara Asia Pasifik lainnya. “Prestasi” dashyat ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD dalam diskusi ‘Akar-akar Mafia Peradilan di Indonesia (18 Feb 2010) mengatakan bahwa , “Hampir semua pejabat itu korupsi,”. (NusantaraNews)

Pertanyaannya sekarang adalah, Mengapa hal-hal yang sejalan dengan yang dialami kaum-kaum terdahulu itu masih terjadi di Indonesia, di negara yang notabene dihuni mayoritas kaum Muslim? Padahal kaum Muslim ini pun melaksanakan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan dan membayar zakat, bahkan jamaah Haji asal Indonesia melimpah ruah setiap kali musim Haji.

Sewajarnya diperhatikan juga dari kisah-kisah yang Allah sampaikan di Al Qur’an, mengenai negri-negri yang Allah hancurkan tanpa jejak. Allah tidak pernah mengatakan menurunkan azab pada kaum-kaum terdahulu itu karena mereka tidak melaksanakan sholat, atau karena tidak berpuasa, apalagi membayar zakat. Allah berfirman, “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azabNya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS: Huud : 102)

Karena sesungguhnya bukan berapa banyak sholat yang kita laksanakan, tapi justru seberapa banyak sholat mempengaruhi hidup kita. Sejatinya sholat adalah pendidikan yang sifatnya kontinyu, yang mendidik kita untuk tidak mendustakan ayat-ayat Allah, tidak zalim pada lingkungan, sesama manusia, maupun kepada diri sendiri.

Sudah kita lihat sendiri bagaimana komparasi kondisi negri ini dibandingkan negri-negri yang pernah Allah hancurkan dahulu kala, lalu apa yang bisa kita lakukan? Berteriak-teriak di depan gedung DPR rasanya tidak membantu banyak. Meminjam istilah Bapak AM Fatwa, setidaknya kita bisa menjadi moral force bagi lingkungan kita. Dimulai dari memperbaiki kualitas sholat kita, kualitas pendidikan kontinyu kita itu, sehingga berakibat pada kualitas hidup yang lebih baik juga. Yang kemudian akan menular pada lingkungan kita dan seterusnya. Seperti efek domino yang akan menunjukkan pola-pola indah dari hanya satu sentuhan kecil.

Belajar dari kaum Tsamud yang menuhankan pemikirannya, maka tidak lupa kita senantiasa memohon pertolongan pada Allah, karena secerdas dan sekeras apa pun cara kita membuat perubahan, tetap Allah yang akan menolong kita. Dengan begini lambat laun tidak akan lagi ada refleksi-refleksi kaum Aad, Tsamud, Sodom, dan Madyan di wajah Indonesia kita. Insya Allah.