10.3.11

Negri-negri yang Dihancurkan Allah


Sebuah keniscayaan bahwa Allah yang Maha Menciptakan sekaligus menjadi Yang Maha Menghancurkan. Bila Allah berkehendak, maka menjadikan pulau-pulau di Indonesia hanya tinggal serpihan debu adalah hal yang sangat mudah. Allah hanya perlu “memerintahkan” seluruh gunung berapi di Indonesia untuk memuntahkan isi perut bumi, kemudian “memanggil” awan-awan hujan untuk membanjiri pelosok negeri hingga bahkan orang paling tinggi di Indonesia pun kesulitan menjejakkan kaki di tanah. Dan jika itu masih belum cukup untuk menghancurkan seluruh negri ini, Allah cukup tambahkan saja petir menyambar ke bumi yang terendam banjir, maka listrik statis jutaan volt akan dengan cepat membunuh sel-sel otak manusia.

Menyeramkan? Memang. Tidak ada yang mengatakan bahwa kehancuran itu suatu hal yang menyenangkan. Tapi perlu diingat bahwa Allah Maha Penyayang, sehingga tidak akan mungkin Dia meninggalkan hambaNya tanpa sebuah pedoman untuk dipelajari dan seorang Rasul sebagai panutan. Di dalam Al-Qur’an, Allah mengajarkan kita banyak hal mengenai negri-negri yang dihancurkan. Misalnya saja negri-negri kaum Nabi Huud, Nabi Shaleh, Nabi Luth, dan Nabi Syu’aib.

Kaum Nabi Huud

(١٢٩) تَخۡلُدُونَ لَعَلَّكُمۡمَصَانِعَ وَتَتَّخِذُونَ (١٢٨) تَعۡبَثُونَ ءَايَةً۬رِيعٍ بِكُلِّ أَتَبۡنُونَ

Apakah kamu mendirikan pada tiap-tiap tanah tinggi bangunan untuk bermain-main, (128) dan kamu membuat benteng-benteng dengan maksud supaya kamu kekal (di dunia)? (129). (QS: Asy Syu’araa)

Kaum Aad hidup di daerah yang makmur dan subur. Allah mencurahkan banyak sekali nikmat bagi mereka. Hewan-hewan ternak berkembang biak, kebun-kebun selalu produktif, dan sumber-sumber mata air tak ada habis-habisnya. Sebuah gambaran negri dengan sumber daya alam yang luar biasa, itulah daerah yang ditinggali oleh Kaum Aad.

Tapi kemudian lahan-lahan subur serta kebun-kebun yang selalu produktif itu mereka hancurkan. Ide lain melintas di pikiran mereka, bahwa lahan-lahan itu bisa menjadi tempat mendirikan bangunan-bangunan tinggi. Tak hanya satu atau dua, Kaum Aad mengubah sebagian besar lahan-lahan subur mereka menjadi bangunan-bangunan tinggi tempat mereka menghabiskan waktu bersenang-senang seolah waktu tidak ada habisnya.

Maka Allah mengutus Nabi Huud untuk memberi mereka peringatan, mengajak untuk taat pada Allah dan nabiNya, namun mereka hanya berkata, “Adalah sama saja bagi kami, apakah kamu memberi nasehat atau tidak memberi nasehat, (agama kami) ini tidak lain hanyalah adat kebiasaan orang dahulu, dan kami sekali-kali tidak akan diazab” (QS: Asy-Syu’ara, 133-134). Namun itu menurut kaum Aad, sedangkan Allah berkehendak lain. Badai pasir menggulung habis kaum Aad bahkan hingga bangunan-bangunan tinggi yang mereka dirikan tidak terlihat lagi jejak-jejaknya.

(١٣٩)‌مُّؤۡمِنِينَ مأَكۡثَرُهُ كَانَ وَمَا ‌ۖ لَأَيَةً۬ذَٲلِكَ ىفِ إِنَّ ‌ۗ هۡلَكۡنَـٰهُمۡ فَأَ فَكَذَّبُوهُ

Maka mereka mendustakan Hud, lalu Kami binasakan mereka. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah), tetapi kebanyakan mereka tidak beriman. (QS: Asy Syu’ara)

Kaum Nabi Shaleh

طَلۡعُهَا وَنَخۡلٍ۬ وَزُرُوعٍ۬ (١٤٧) وَعُيُونٍ۬ جَنَّـٰتٍ۬ فِى (١٤٦)ءَامِنِينَ هَـٰهُنَآ مَا فِى أَتُتۡرَكُونَ

(١٤٩) فَـٰرِهِينَ بُيُوتً۬ا ٱلۡجِبَالِ مِنَ وَتَنۡحِتُونَ (١٤٨) هَضِيمٌ۬

Adakah kamu akan dibiarkan tinggal di sini (di negeri kamu ini) dengan aman, (146) di dalam kebun-kebun serta mata air, (147) dan tanaman-tanaman dan pohon-pohon korma yang mayangnya lembut (148) Dan kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin (149) (QS: Asy Syu’ara)

Nabi Shaleh diutus di antara kaum Tsamud, kaum yang tersohor karena kepintaran dan teknologinya. Pengetahuan mereka mengenai pertanian dan perkebunan menjadikan kebun-kebun mereka tumbuh subur, pohon-pohon kurma berbuah secara rutin, dan mata air dimanfaatkan seefektif mungkin di zaman itu. Bahkan dengan teknologinya, kaum Tsamud memahat gunung-gunung, menjadikannya rumah-rumah rekreasi dan peristirahatan bagi mereka.

Lalu Allah kemudian mengutus seorang nabi bernama Shaleh, yang datang bukan dari bagian para ilmuwan ahli teknologi, atau pun insinyur ahli pertanian kaum Tsamud. Maka jadilah Nabi Shaleh beserta risalahnya dipandang sebelah mata oleh kaum Tsamud, mereka menolak ajakan untuk taat pada Allah serta Nabi Shaleh. Bagaimana mungkin ahli teknologi dan insinyur pertanian yang jauh lebih pintar dari Nabi Shaleh akan mendengarkan ajakan seperti itu? Kepintaran dan keahliannya menciptakan teknologi-teknologi baru menulikan kaum Tsamud dari dakwah Nabi Shaleh sehingga Allah menguji mereka dengan seekor unta betina.

Semakin menjadi-jadi mengacuhkan peringatan Nabi Shaleh, kaum Tsamud justru membunuh unta betina itu. Maka turunlah azab Allah berturut-turut yang menghabisi kaum Tsamud.

‌ۗ فِيہَآ غۡنَوۡاْ لَّمۡكَأَن (٦٧) جَـٰثِمِينَ دِيَـٰرِهِمۡ فِى فَأَصۡبَحُواْ ٱلصَّيۡحَةُاْظَلَمُو ٱلَّذِينَ وَأَخَذَ

(٦٨) لِّثَمُودَ بُعۡدً۬ا أَلَا رَبَّہُمۡڪَفَرُواْ ثَمُودَاْ إِنَّ أَلَآ

Dan satu suara keras yang mengguntur menimpa orang-orang yang zalim itu, lalu mereka mati bergelimpangan di rumahnya (67) seolah-olah mereka belum pernah berdiam di tempat itu. Ingatlah, sesungguhnya kaum Tsamud mengingkari Tuhan mereka. Ingatlah, kebinasaanlan bagi kaum Tsamud. (68) (QS: Huud)

Kaum Nabi Luth

(٨٠) ٱلۡعَـٰلَمِينَ مِّنَ أَحَدٍ۬ مِنۡبِہَا سَبَقَكُم مَا ٱلۡفَـٰحِشَةَ أَتَأۡتُونَ لِقَوۡمِهِۦۤ قَالَ إِذۡ وَلُوطًا

(٨١) مُّسۡرِفُونَ قَوۡمٌ۬أَنتُمۡبَلۡ ‌ۚ ءِٱلنِّسَآدُونِ مِّن شَہۡوَةً۬ ٱلرِّجَالَ لَتَأۡتُونَ إِنَّڪُمۡ

Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya : “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelummu? (80) Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS: A; A’raaf: 80-81)

Tidak seperti kaum Tsamud atau pun kaum Aad yang berkaitan dengan alam lingkungan hidupnya, kaum Sodom dimana diutusnya Nabi Luth justru mendustakan tatanan rumah tangga yang sudah Allah atur. Sebagian besar kaum Sodom menerapkan gaya hidup Homoseksual. Mereka meninggalkan wanita-wanita yang Allah telah ciptakan sebagai pasangan hidup para lelaki, dan justru memilih untuk berhubungan dengan sesama lelaki.

Ketika Nabi Luth memperingatkan mereka dan mengingatkan bagaimana seharusnya tatanan rumah tangga yang diatur oleh Allah, kaum Sodom justru mengusir Nabi Luth dan menganggapnya serta pengikut-pengikutnya sebagai orang yang sok suci karena tidak mengikuti gaya hidup homoseksual mereka. Maka ketika datang azab Allah, mereka tidak bisa lagi berkata-kata. Kaum Sodom habis dihujani batu-batu dari tanah yang terbakar.

(٨٢)مَّنضُودٍ۬سِجِّيلٍ۬ مِّن حِجَارَةً۬عَلَيۡهَا وَأَمۡطَرۡنَا سَافِلَهَا عَـٰلِيَهَا جَعَلۡنَا أَمۡرُنَا جَآءَ فَلَمَّا

Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi. (82) (QS: Huud)

Kaum Nabi Syuaib

فِى تَعۡثَوۡاْ وَلَا أَشۡيَآءَهُمۡٱلنَّاسَ تَبۡخَسُواْ وَلَا بِٱلۡقِسۡطِ‌ۖ وَٱلۡمِيزَانَ ٱلۡمِڪۡيَالَ وۡفُواْأَ وَيَـٰقَوۡمِ

(٨٥)مُفۡسِدِينَ ٱلۡأَرۡضِ

Dan Syuaib berkata: “Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (85) (QS: Huud)

Nabi Syuaib diutus pada kaum Madyan. Kaum ini tidak mengeksploitasi hasil bumi, tidak juga menganggap kepintaran mereka segala-galanya, atau pun merusak tatanan rumah tangga. Kaum Madya justru merusak tatanan perekonomian dalam masyarakat. Mereka mencurangi timbangan, membuat rugi manusia lainnya, dan merampas sebagian hak-hak manusia lainnya dalam perekonomian. Sebagian besar kaum Madya gemar mengumpulkan harta, maka apabila berdagang mereka mencurangi timbangan agar mendapatkan keuntungan yang lebih lagi sehingga hartanya pun semakin banyak.

Nabi Syuaib kemudian datang sebagai pemberi peringatan, mengingatkan bahwa sesungguhnya keuntungan di sisi Allah jauh lebih baik dari keuntungan yang didapat dari hasil mencurangi timbangan. Nabi Syuaib mengajak mereka untuk taat pada Allah dan padanya. Namun kaum Madya yang terlanjur buta oleh harta justru mendustakan apa yang disampaikan Nabi Syuaib. Menurut mereka ini adalah harta mereka, jadi apa yang mereka lakukan pada harta tersebut adalah haknya.

Nabi Syuaib bahkan telah mengingatkan mereka tentang apa yang terjadi atas orang-orang sebelum mereka yang Allah hancurkan negrinya tanpa sisa karena mendustakan apa yang disampaikan oleh Nabi dan RasulNya. Tapi kaum Madyan tidak peduli pada apa yang disampaikan Nabi Syuaib, maka ketika datang awan-awan gelap dan mereka pikir musim penghujan telah tiba, justru azab Allah-lah yang datang. Suara yang mengguntur mengiringi angin kencang luar biasa yang menghabisi kaum Madyan.

ظَلَمُواْ ٱلَّذِينَ وَأَخَذَتِ مِّنَّا ۥ بِرَحۡمَةٍ۬ مَعَهُ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ شُعَيۡبً۬ا نَجَّيۡنَا أَمۡرُنَا جَآءَ وَلَمَّا

(٩٤) جَـٰثِمِينَ فِى دِيَـٰرِهِمۡفَأَصۡبَحُواْ ٱلصَّيۡحَةُ

Dan tatkala datang azab Kami, Kami selamatkan Syuaib dan orang-orang yang beriman bersama-sama dengan dia dengan rahmat dari Kami, dan orang-orang yang zalim dibinasakan oleh satu suara yang mengguntur, lalu jadilah mereka mati bergelimpangan di rumahnya. (94) (QS: Huud)

Demikian sedikit kajian singkat dari pelajaran yang Allah sampaikan pada kita mengenai negri-negri yang Allah hancurkan karena mendustakan ayat-ayatNya. Maka sekarang saatnya bercermin mengenai negri kita sendiri, Indonesia.

Adakah yang seperti kaum Aad? Yang berlebihan menghancurkan lahan-lahan produktif yang memegang peranan penting bagi kesejahteraan masyarakat untuk kemudian mengubahnya menjadi aset-aset yang hanya menguntungkan perutnya sendiri. Mengubahnya menjadi bangunan-bangunan tinggi yang digunakan untuk bersenang-senang hingga lupa diri, lupa waktu, dan lupa Allah.

Data terbaru dari Kemenhut menunjukkan bahwa walaupun berkurang, laju kehilangan hutan masih mencapai 0,8 juta hektare per tahunnya, dari tahun 2006 ke 2008. Sedangkan hutan yang rusak terhitung seluas 59,7 juta hektare sampai tahun 2002. (Fitrian Ardiansyah – ANTARA). Hutan-hutan ini dirusak tanpa memperhatikan bagaimana menjaga keseimbangan alam, lalu kemudian juga hasil dari penjualan kayu-kayu dan hasil hutan ini hanya dinikmati sebagian pihak, itu pun masih rentan dihadang korupsi karena kepastian hukum yang juga kurang mendukung.

Adakah yang seperti kaum Tsamud? Yang begitu membanggakan kecerdasannya, begitu menuhankan pemikirannya, sampai-sampai rasanya tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh otaknya sendiri tanpa mengharap bantuan Allah. Kecerdasan, kepintaran, teknologi menjadikan kesombongan memenuhi telinga mereka sehingga tidak ada lagi tempat masuk bagi nasihat-nasihat kebaikan.

Nyatanya orang-orang yang menyombongkan diri hanya karena memiliki level pendidikan yang tinggi atau menguasai suatu teknologi tertentu ada saja yang merasa tidak perlu menerima nasihat-nasihat kebaikan, merasa cukup mengandalkan diri dan otaknya. Lupa pada siapa yang menciptakan diri dan otak untuk berpikir tersebut. Padahal mestinya mereka menengok pada Prof. Dr. BJ Habibie yang tetap rendah hati dan berpikiran terbuka meski teknologi pesawat terbang telah dia kuasai.

Lalu adakah yang seperti kaum Sodom? Yang menyimpang dari fitrah Allah menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai pasangan satu sama lain, kemudian mereka lebih memilih menuruti hawa nafsunya sendiri dan dengan bangga mengusung bendera Homoseksual dan Lesbian.

Di Indonesia, data statistik menunjukkan 8-10 juta populasi pria Indonesia pada suatu waktu terlibat pengalaman homoseksual. Dari jumlah ini, sebagian dalam jumlah bermakna terus melakukannya. (Kompas Cyber Media, 2003) Hasil survei YPKN menunjukkan, ada 4.000 hingga 5.000 penyuka sesama jenis di Jakarta. Sedangkan Gaya Nusantara memperkirakan, 260.000 dari enam juta penduduk Jawa Timur adalah homo. Angka-angka itu belum termasuk kaum homo di kota-kota besar. Dede memperkirakan, secara nasional jumlahnya mencapai sekitar 1% dari total penduduk Indonesia. Dr. Dede Oetomo, adalah "presiden" gay Indonesia, yang telah 18 tahun mengarungi hidup bersama dengan pasangan homonya, beliau juga seorang "pentolan" Yayasan Gaya Nusantara. (Gatra, 2003)

Dan terakhir, adakah yang seperti kaum Madyan? Yang mengurangi timbangan, yang mengambil sebagian hak-hak orang lain untuk memperkaya dirinya sendiri. Dalam bahasa kekinian, hal-hal seperti ini disebut tindakan korupsi. Dan prestasi korupsi Indonesia sudah tidak perlu lagi dipertanyakan. Bukan saja dalam bidang perdagangan, tapi semua bidang di Indonesia mungkin telah tersentuh tindak korupsi. Mulai dari pendidikan sampai ke hukum. Dari perpajakan sampai ongkos naik haji.

Angka tingkat korupsi Indonesia semakin meningkat ditahun 2009 dibanding tahun 2008. Pada tahun 2009, Indonesia ‘berhasil’ menyabet prestasi sebagai negara terkorup dari 16 negara surveilances dari PERC 2009. Indonesia mendapat nilai korupsi 8.32 disusul Thailand (7.63), Kamboja (7,25), India (7,21) and Vietnam (7,11), Filipina (7,0). Sementara Singapura (1,07) , Hongkong (1,89), dan Australia (2,4) menempati tiga besar negara terbersih, meskipun ada dugaan kecurangan sektor privat. Sementara Amerika Serikat menempati urutan keempat dengan skor 2,89. Jadi, dari data PERC 2010, maka dalam kurun 2008-2010, peringkat korupsi Indonesia meningkat dari 7.98 (2008.), 8.32 (2009) dan naik menjadi 9.07 (2010) dibanding dengan 16 negara Asia Pasifik lainnya. “Prestasi” dashyat ini bukanlah hal yang mengejutkan, karena bahkan Ketua Mahkamah Konstitusi M Mahfud MD dalam diskusi ‘Akar-akar Mafia Peradilan di Indonesia (18 Feb 2010) mengatakan bahwa , “Hampir semua pejabat itu korupsi,”. (NusantaraNews)

Pertanyaannya sekarang adalah, Mengapa hal-hal yang sejalan dengan yang dialami kaum-kaum terdahulu itu masih terjadi di Indonesia, di negara yang notabene dihuni mayoritas kaum Muslim? Padahal kaum Muslim ini pun melaksanakan sholat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan dan membayar zakat, bahkan jamaah Haji asal Indonesia melimpah ruah setiap kali musim Haji.

Sewajarnya diperhatikan juga dari kisah-kisah yang Allah sampaikan di Al Qur’an, mengenai negri-negri yang Allah hancurkan tanpa jejak. Allah tidak pernah mengatakan menurunkan azab pada kaum-kaum terdahulu itu karena mereka tidak melaksanakan sholat, atau karena tidak berpuasa, apalagi membayar zakat. Allah berfirman, “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azabNya itu adalah sangat pedih lagi keras.” (QS: Huud : 102)

Karena sesungguhnya bukan berapa banyak sholat yang kita laksanakan, tapi justru seberapa banyak sholat mempengaruhi hidup kita. Sejatinya sholat adalah pendidikan yang sifatnya kontinyu, yang mendidik kita untuk tidak mendustakan ayat-ayat Allah, tidak zalim pada lingkungan, sesama manusia, maupun kepada diri sendiri.

Sudah kita lihat sendiri bagaimana komparasi kondisi negri ini dibandingkan negri-negri yang pernah Allah hancurkan dahulu kala, lalu apa yang bisa kita lakukan? Berteriak-teriak di depan gedung DPR rasanya tidak membantu banyak. Meminjam istilah Bapak AM Fatwa, setidaknya kita bisa menjadi moral force bagi lingkungan kita. Dimulai dari memperbaiki kualitas sholat kita, kualitas pendidikan kontinyu kita itu, sehingga berakibat pada kualitas hidup yang lebih baik juga. Yang kemudian akan menular pada lingkungan kita dan seterusnya. Seperti efek domino yang akan menunjukkan pola-pola indah dari hanya satu sentuhan kecil.

Belajar dari kaum Tsamud yang menuhankan pemikirannya, maka tidak lupa kita senantiasa memohon pertolongan pada Allah, karena secerdas dan sekeras apa pun cara kita membuat perubahan, tetap Allah yang akan menolong kita. Dengan begini lambat laun tidak akan lagi ada refleksi-refleksi kaum Aad, Tsamud, Sodom, dan Madyan di wajah Indonesia kita. Insya Allah.