30.9.15

Belajar (Tambah) Yakin

Tadi ada seorang teman yang bilang begini sama saya, "Yakin sama gue, gak bakal harga dollar turun! Kecuali kita jadi negara maju.."

Pernyataan yang penuh percaya diri. Saya nyengir ajah mendengarnya. Ada dua alasan kenapa saya enggak membantah pernyataan tadi atau pun berusaha memberikan pendapat saya. Yang pertama karena temen saya itu sudah sibuk menyebutkan berbagai teori kenapa-dollar-mahal-dan-gak-turun-turun. Kedua karena saya lagi ngunyah permen, jadi susah buat ngomong. #sepik

Udah jelas sih yah, bahwa saya bukan orang yang ngerti banget soal perekonomian negara. Satu-satunya kata "ekonomi" yang paling akrab saya temui adalah pada tiket kereta api atau sabun colek. Jadi saya gak akan bercerita tentang perekonomian negara. Fiuuh..

It's about attitude.

Attitude alias sikap macam apa yang saya maksud?
Itu lho. Sikap yakin atas sesuatu yang bahkan di luar kuasa kita.
Hey! Nasib kita 1 menit berikutnya ajah masih nggak yakin kayak gimana, atuh kumaha kita mau sombong yakin harga dollar gak akan turun? 

Alhamdulillaaaah!


Saya bukan mau bilang bahwa, "Udah nggak usah belajar, enggak usah menganalisis, enggak usah cari tau, toh semua kejadian atas ijin Allah!". Bukaaaan..
Justru manusia memang harus banyak belajar, banyak mengamati dan menganalisis, membuat teori dan kesimpulan. Kan ayat pertama yang disampaikan Allah kepada Rasulullah pun adalah perintah untuk membaca. 

 Tapii..kadang kita memang jadi salah fokus.

Misalnya seperti ini, tiba-tiba saya dapat kiriman hadiah. Pas dibuka, ternyata isinya adalah coklat yang banyaaak sekali *duh. ngelap iler dulu*. Pertanyaan pertama saya tentunya, "Wah, siapa nih yang kirim coklat?". Dilanjut pertanyaan kedua, "Kenapa kok saya dikirimin coklat?" Ituh reaksi normal ketika menerima hadiah.

Masa iya saya terima hadiah, kemudian pas tau isinya coklat, lantas langsung saya makan, terus pamer ke orang lain bahwa coklat milik saya ini enak banget dan bagus untuk kesehatan karena mengandung vitamin E yang bikin awet muda. Tanpa peduli siapa yang mengirimkan dan untuk apa dikirimkan pada saya, apa mungkin saya berani melakukan hal seperti itu? Kan enggak.

Pengetahuan itu seperti hadiah dari Allah. Ia akan berikan kepada yang Ia kehendaki dan akan Ia ambil apabila Ia menghendaki. 

Jadi ketika mendapat sebuah pengetahuan baru, seperti mendapat hadiah, 
"Wah, siapa nih yang kasih saya pengetahuan?" Allah.
"Kenapa kok saya dikasih pengetahuan ini?" Untuk mengingat Allah.

Lantas apa hubungannya dengan orang yang yakin berkata harga dollar tidak akan turun? Menurut saya, mungkin, beliau lupa sama dua pertanyaan di atas. Lupa bahwa ilmunya adalah hadiah dari Allah dan malah sibuk menikmati si hadiah dan menggunakannya semau hati. Alias salah fokus.

Coba bayangin kalau seandainya seorang Ahli Ekonomi, ketika sedang menganalisis perekonomian negara ia selalu ingat bahwa ilmunya itu dari Allah, dan Allah ingin ilmu itu menjadi manfaat untuk banyak orang. 

Mungkin dia akan bicara seperti ini, "Menurut analisis saya, inshaa Allah harga dollar akan terus naik, karena bla..blaa.. Tapi meski begitu, rakyat Indonesia tidak perlu khawatir, karena yang menjamin hidup kita hanya Allah. Mari kita tutup dengan mendoakan para pemimpin bangsa agar selalu dibimbing Allah dalam mengambil keputusan. Aamiin. Jangan lupa isi tromol masjid, yah."

Kalau semua pembelajar yakin bahwa ilmu yang dititipkan padanya adalah hadiah dari Allah untuk terus mengingatnya, maka inshaa Allah tidak akan ada seorang pembelajar pun yang berani berkata, "Saya yakin manusia merupakan evolusi dari kera!", "Saya yakin besok cuaca akan cerah!", atau "Saya yakin Inter Milan pasti juara Liga Champion!".

Karena sejatinya seorang pembelajar, pada saat ia mempelajari, menganalisis, membuat kesimpulan, dan menyusun hipotesis, seluruhnya adalah proses mengingat Allah, bukan melupakan-Nya. Jadi semakin banyak ia belajar, bukan semakin yakin bahwa dirinya berilmu, tapi semakin yakin pada Yang Maha Berilmu.

26.9.15

Bukan Dicari tapi Dijemput.

Lagi demen-demennya nonton Masterchef Australia, nih.
Karena?
Well, those foods look ENAK BANGET!

Si Bapak sampai heran dan berulang kali nanya hal yang sama setiap kali saya sedang nonton acara masak tersebut. Suatu kali, setelah cukup lama duduk dan mencoba melihat sisi menarik dari acara favorit saya, si Bapak nyerah.

Bapak: Apa serunya, sih, pi?
Pipi: Seruuu, paak! Itu mereka harus masak yang unik dan enak, terus waktunya terbatas.
Bapak: Ah, biasa aja.
Pipi: Tuh, tuh, pak, keliatannya enak banget, tapi ternyata kata jurinya kurang enak.
Ibu: Pipi! Mending kamu sini ngaduk santen di kompor! Nonton acara masak tapi kagak bantuin masak!

Yah, intinyah, kata bapak, acara favorit saya gak ada bagus-bagusnya.
Dan kata ibu..yah..begituhlah, hahaha!

Setelah ngaduk santen, ternyata remote TV udah lagi dalam kuasa si Bapak. Ketahuilah, acara favorit si Bapak adalah semacam Animal Planet, Wild Life, atau apapun yang melibatkan adegan binatang sedang hidup normal gitu. Apa serunya coba?

Berhubung tadi si Bapak udah mencoba memahami sisi menarik acara favorit saya, jadi sekarang gantian. Akhirnya saya duduk di sebelah bapak, nonton ikan salmon berenang sambil tetap ngecek acara selanjutnya apa dan kapan acara ini habis.

Ikan salmon yang sudah dewasa dan telah berenang ke hilir harus kembali ke hulu untuk bereproduksi di sana. Nah, perjalanan hilir ke hulu inih lumayan sulit, bahkan sampai harus melompati air terjun kecil. Lompatnya dari bawah ke atas gitu lagih, bukan dari atas ke bawah. Kalu dari atas ke bawah saya juga bisa, tapi jangan deh, khawatir airnyah tumpah semuah. Back to the Salmon, pas lagi nonton ikan salmon melompat dari bawah air terjun kecil ke bagian atas air terjun ini lah saya melihat hal yang amazing

Di atas air terjun, ada beberapa ekor beruang.  Mereka predator bagi ikan salmon. Sebagian dari mereka sibuk menyibak-nyibak air sungai untuk menangkap ikan salmon, tapi sebagian lainnya hanya cukup membuka mulut maka ikan salmon yang melompat dari bagian bawah air terjun akan langsung masuk ke mulut mereka! Keren!
 
 
Kayak kata iklan sosis, "Tinggal lep!"


Coba bayangin kalau kita lapar dan tinggal buka mulut, terus makanan berterbangan masuk. Ayam goreng, cokelat, kue keju, sate ayam..eh sate ayam jangan deh, serem juga sih kalu sate ayam terbang masuk ke mulut. Ituh tusukannya kan agak-agak mengancam kesehatan tenggorokan, yah. Intinyaaah, that flying food is cool!

Adegan beruang makan salmon itu lah yang membuat saya berubah pikiran tentang acara favoritnya si Bapak. Karena saya jadi inget konsep "menjemput rezeki" yang sering dibahas Aa Gym dalam ceramah-ceramahnya di radio. 

Beberapa orang akan bilang "mencari rezeki" tapi nyatanya rezeki-lah yang menemukan kita. Yang perlu kita lakukan hanyalah menjemputnya dengan cara yang baik dan niat yang benar. Jadi akan lebih tepat kalau disebut "menjemput rezeki" dibandingkan dengan "mencari rezeki".

Saat mencari sesuatu, misalnya mencari penghapus yang hilang waktu jaman sekolah. Kita akan sibuk keliling mengecek kotak pensil teman, kolong meja, pot taneman bu guru, keranjang gorengan di kantin, bahkan nanya sama temen-temen, Eh liat pengapus gw gak? Sementara si penghapus mah diem ajah menunggu kita temukan di kantong baju sendiri. 

Orang yang sedang mencari akan lebih banyak bergerak dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada hal yang dicarinya. Rezeki pun sama, dia lah yang menemukan kita!  

Tapi, kan, saya kerja jauh, 30 km dari rumah, musti kena macet, kerjaannya banyak, terus nunggu tanggal 25 dulu! Usaha saya lebih banyak dari usaha rezeki menghampiri saya, makanya saya mencari si rezeki.

Pertama, rezeki bukan melulu berarti uang.
Kedua, kata siapa usaha kita mendekat pada rezeki lebih besar dari usaha rezeki mendekat pada kita?

Saat haus di rumah?
Kita cukup berjalan dari kamar ke dapur. Mengambil gelas. Pencet dispenser. Minum.
Saat haus di jalan?
Cukup mampir di warung. Keluar uang 1000 rupiah. Tusuk sedotan. Minum.
Saat haus di kolam renang?
Tenang, sayah gak doyan minum aer kolam. 

Coba kita bandingkan dengan perjalanan si air minum untuk sampai ke perut kita. Entah dari mata air pegunungan mana, sudah mengalir berapa jauh, kemudian dijernihkan oleh orang yang kita pun enggak kenal, dikemas oleh orang yang sama juga kita enggak kenal, dibawa oleh supir-supir yang kita nggak berusaha pengen kenal juga, terus sampai ke rak jualan Ind*mart, kita beli, kita minum. 

Perjalanan rezeki kita begitu jaaauuuuh kalau dibandingkan perjalanan dan usaha kita untuk menjemputnya. Maka yang perlu kita lakukan adalah memaksimalkan usaha dan meluruskan niat. Bukan sibuk "mencari rezeki" sampai melupakan Yang Memberi Rezeki. Yakinlah, rezeki akan menemukanmu :)

Mirip dengan si beruang tadi, ada yang sibuk menyiduk ikan salmon dari air dan ada juga yang hanya membuka mulut lalu ikan salmon akan beterbangan masuk ke mulut mereka. Mungkin beruang hanya perlu berjalan sedikit ke air, tapi ikan salmon yang jadi makanan beruang sudah berenang jauuuh sekali untuk berakhir di perut si beruang. Tidak meleset satu ekor pun kalau memang takdirnyah menjadi makanan beruang.

Apapun usaha terbaik yang kita lakukan, Allah tidak akan meleset mengantarkan rezeki kepada hamba-Nya yang Ia kehendaki. Inshaa Allah..

Yaah, jadinya saya nonton acara itu sampai habis sama si Bapak.
Ternyata, lebih keren acara favoritnya si Bapak, euy! :p

ps:
Eh, jodoh juga rezeki, kan yah? Hehehe..

14.9.15

What's inside the "Inside Out"


Dari sejak lihat trailer-nya di bioskop maupun di internet, film Inside Out udah sayah 'tandain' sebagai fim wajib nonton. Karena selain -well it's Disney's and Pixar's!- animasi, katanyah Inside Out yang bercerita tentang bagaimana emosi bekerja dalam pikiran manusia, bener-bener serius menggarap film ini sampai melibatkan para ahli psikologis. Sounds promising, isn't it?

Setelah beberapa kali gagal nonton bareng sama temen-temen kantor, akhirnya minggu lalu saya jadi juga nonton film inih bareng ade dan keponakan (fyi, ade sayah tidur sepanjang film dan keponakan sayah sibuk makan berondong jagung). Anyway, yang penting nonton! Hooraaaay! 

Sayah infokan sebelumnya, kelanjutan tulisan inih akan ada sedikit spoiler film Inside Out, jadi buat kalian yang pengen nonton tapi belum sempet, mending jangan baca, deh. Nanti kalu sebel trus ngambek dan minta beli balon kan repot. I warned ya'..

Jaaadiii..
Di Inside Out, kita akan kenalan sama para Emosi!
Ada joy, sad, disgust, fear, dan anger. Berhubung karakter utama di film itu adalah Riley, anak umur 11 tahun, jadi yang pegang kendali terbesar sejak lahir hingga umur 11 tahun adalah joy. Jelas yah? Anak-anak identik dengan keceriaan dan kebahagiaan. 

Dengan dipimpin oleh joy, semua emosi lainnya bekerja sama untuk membuat hidup Riley bahagia setiap saat. Kecuali sad. Dari awal film, sad udah di 'kucilkan', dianggep ngeganggu, dan nggak ada gunanya. Surprisingly, sayah kebawa sama film itu, hehehe, sempet mikir, "Inih apah deh si sad ngerusak ajah, ngapain sih ada si sad?"

Ternyata sayah ikutan bertanya: untuk apa ada kesedihan? kenapa nggak ciptain kebahagiaan ajah?

Sayah nggak akan cerita bagaimana akhirnya kesedihan punya perannya sendiri dalam membuat hidup manusia bahagia seperti di film Inside Out. Tapi yang saya mau cerita adalah if pursuit a happiness is meant to be human life goal, then why Allah bother making another emotion which the opposite of happiness? Sedangkan apapun yang Allah ciptakan tidak mungkin sia-sia.

Sampai keluar dari bioskop, saya masih hanya larut dengan konklusi yang dibuat oleh penulis cerita film Inside Out, bahwa untuk bisa bahagia, kamu perlu mengenal kesedihan. Tapi kemudian esoknya, Allah ingin suatu ilmu sampai ke saya, jadi dibuatNya temen saya di kantor mendengarkan ceramah, dan menyampaikan ceramah ituh ke saya. Sungguh itu bukan kebetulan.

Temen saya cerita tentang kajian di channel youtube Bayyinah Institute oleh Nouman Ali, tentang apa sebenernya yang diusahakan manusia, what are you pursuing in life? Akhirnya saya nonton video berdurasi sekitar 40 menit tersebut, dan langsung merasa malu dengan pemikiran saya sehari sebelumnya.

Ternyata bukan kebahagiaan lah yang manusia cari, bukan si joy yang harus menguasai kendali emosi manusia untuk bisa membuatnya bahagia, dan bukan dengan menghilangkan si sad lantas manusia baru bisa bahagia. Ternyata bukan semua itu.

Nouman Ali cerita, bahwa untuk bahagia itu mudah. Semudah menunda bangun tidur beberapa menit hanya untuk berbahagia tidur nyaman lebih lama di kasur empuk. Namun kebahagiaan seperti itu sifatnya sementara, beberapa saat kemudian kita akan merasa bersalah, panik, dan tidak bahagia.

Sebenernya Nouman Ali cerita banyak hal tentang apa saja yang dicari manusia dalam hidupnya di video tersebut, tapi yang ingin saya garis bawahi adalah manusia bukan diminta untuk mencari kebahagiaan, melainkan mencari ketenangan dan ketentraman. 

Ah iyah! Sayah jadi ingat salah satu ayat di Al-Quran:
"...Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram."
(QS Ar Ra'du ayat 28)

Bukan berarti untuk mencari ketentraman kita jadi tidak bahagia, bukan seperti itu. Justru ketika mengingat Allah yang menentramkan hati, inshaa Allah kebahagiaan akan ikut hadir. Dan bukan sekedar bahagia seperti mendapat hadiah kuis tebak lagu, tapi kebahagiaan karena rasa syukur dan sabar dalam menjalani semua episode hidup.

Joy, sad, anger, disgust, dan fear bukanlah sosok-sosok yang harus kita beri makan hingga tumbuh besar dan mengendalikan diri kita. Joy tidak selalu harus menjadi paling dominan, fear-anger-disgust bukan sekedar pendukung bagi joy, dan sad bukanlah emosi yang harus dikucilkan. Justru mereka adalah kendaraan kita untuk senantiasa mengingat Allah dalam keadaan apapun.


Bersyukur ketika senang, bersabar ketika sedih, mohon ampun ketika marah, rendah hati ketika melihat sesuatu yang kurang kita sukai, dan mohon perlindungan ketika ketakutan. See? Semua emosi akan jadi kendaraan yang bagus untuk mencapai ketentraman dengan mengingat Allah. Ketentraman seperti inihlah yang akan  membawa kebahagiaan sejati.



ps:
Accepting this insight about emotion is a thing for me, but to apply it in my daily life, it's another thing. Hahaha.. semoga Allah tolong dan mudahkan selalu :)