8.5.11

I still need a reminder

Akhirnya saya dapet jadwal buat Seminar proposal skripsi, which is tomorrow a.k.a. Senin 09 Mei 2011 jam 1 siang.

Setelah penantian lumayan panjang kayak lagunya Nikita Willy, akhirnya telepon keramat itu datang juga ke hape saya. Beritanya pun nyampe ketika saya lagi di kondisi yang paling nyantai (baca: tidur di bis dalam perjalanan ke kampus), saya kontan senyum-senyum seneng. Heheh. Itu reaksi awalnya.

Sampai di kampus, saya ke sekret BEM dulu. Setelah ngurus surat-surat ke MTM, mindahin tugas artikel2 dan desain2 ke komputer BEM, dan ikutan makan es krim sama temen-temen, saya cerita deh ke mereka bahwa akhirnya saya dapet jadwal seminar (thanks for all those good prays :D). Saya jadi senyum-senyum seneng lagi. Itu masih reaksi awalnya.
Habis dari BEM saya janjian sama temen-temen kelas untuk ikutan diskusi sama dosen favorit saya (I've mentioned him in my previous post too). Ternyata mereka udah tau kalu saya dijadwal SPS hari Senin, jadi pertanyaan mereka adalah, "Siapa dosen pengujinya?". Saya jawab, "Pak *****!". Berikut reaksi mereka :

temen1 : ehm..selamat yah pi (dengan wajah prihatin kayak liat seseorang abis nginjek sesuatu yang lembek)
temen2 : begh..abis lu pi!
temen3 : ya ampun, jam berapa? gw pengen liat.. (dengan wajah penantian, macam kita nonton OVJ dan nunggu kapan Sule bakal jatoh niban properti gabus)
temen4 : tenang aja pi, elu pasti bisa kok..
Nampaknya bapak Dosen Penguji saya besok udah mencetak pengalaman yang agak kurang enak sama temen1-2-3 saya yang udah maju SPS, makanya dia bilang begitu. Sedangkan temen4, meski belum maju SPS, tapi dia percaya sama saya (makasih kawan :')). Ditambah lagi, temen saya yang ke-5 bilang gini,

temen5 : Pi, kan nggak usah pake uji validitas & reabilitas tau
saya : hah?! Mampus gw! Udah gw print dan gw kasih ke dosen, punya lu juga pake kan?
temen5 : iya, tapi akhirnya gak gw print :D
saya : *pengen garuk aspal, dan garuk apa aja yg gatel)

Kiri-kanan : temen4 (icha), temen5 (esti), saya
 
Jadi intinya, saya melakukan kesalahan pada proposal saya, sementara besok udah harus dipresentasiin, hard copynya pun udah di tangan dosen. Di tambah lagi image dosen penguji saya yg digambarkan dengan jelas sama temen 1-2-3 tadi. Saya makin kepikiran. Masya Alloh, gimana caranya saya ngeles dari dosen killer itu gara2 saya gak baca teliti proposal skripsi SAYA SENDIRI ?

Gara-gara dua hal itu, image dosen penguji dan kesalahan dalam proposal, saya jadi gak konsen. Sepanjang jalan ke kampus B saya mikirin itu, berdecak ngeluh beberapa kali, bilang "Gimana nih guee??" entah berapa kali. Ini reaksi pertengahan saya.

Sampai akhirnya temen5 saya itu kesel kali yah liat saya kayak ababil, dan bilang begini, "Udah sih pi! Elu tuh biasanya gak gini, elu kan orang paling tenang yang pernah gw kenal!"
JLEBB!!

Kalian pernah liat di film Dragon Ball, waktu Goku udah nyaris kalah sama Freeza? Saat itu Goku udah pasrah banget rasanya bakal kalah sama Freeza. Tapi dia diingetin sama Bezita, bahwa mereka bangsa Saiya, bangsa istimewa yang nggak mundur dari pertempuran. Akhirnya Goku malah jadi Saiya Super buat pertama kalinya.

Well..kurang lebih saya merasa kayak Goku saat temen saya bilang kayak gitu. Saya diingetin lagi, bahwa saya tuh bukan orang macem itu. Yang bakal takut menghadapi ujian, takut sama dosen, apalagi takut ngakuin kesalahan. At least, saya nggak mau jadi orang kayak gitu. Sukur2 endingnya saya bisa jadi manusia Saiya Super :p

Bukannya saya pernah bilang dulu, bahwa (mungkin) saya juga keturunan Bangsa Saiya yang gak suka nyerah? Saya juga pernah bilang, bahwa Aa Gym ngingetin saya untuk tidak takut pada Ujian, pada pertanyaan yang akan diujikan, atau pada Dosen Pengujinya, tapi takutlah kalau sampai saya tidak ditolong Alloh. Saya seperti dihadapakan lagi sama semua kata-kata saya itu.

Setelah sholat ashar, saya ngucapin terima kasih udah diingetin sama temen saya itu. Terima kasih sudah ingetin saya soal bagaimana menjadi diri saya sendiri. Saya putuskan untuk ngakuin kesalahan saya di seminar proposal besok dan saya minta pertolongan Alloh selalu ada untuk saya setiap saat. Itu reaksi akhir saya.

2.5.11

Setengah Isi – Setengah Kosong: Paradigma Hak & Kewajiban

Hak Asasi Manusia menjadi isu yang hangat dibicarakan, terlebih karena pelanggaran-pelanggaran terhadapnya. Sejarah mencatat perkembangan diakuinya hak asasi manusia dimulai dari zaman para filsuf seperti Aristoteles yang kemudian berkembang hingga sampai di Declaration of Human Right yang dikeluarkan oleh PBB. Indonesia sendiri memiliki gambaran umum mengenai hak asasi manusia berdasarkan dasar hukum negara kita.

Di Indonesia secara garis besar disimpulkan, hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi : Hak asasi pribadi, hak asasi ekonomi, hak asasi politik, hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan, hak asasi sosial dan kebudayaan serta hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan perlindungan. Secara konkret untuk pertama kali Hak Asasi Manusia dituangkan dalam Piagam Hak Asasi Manusia sebagai lampiran Ketetapan Permusyawarahan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVII/MPR/1998.

Padahal jika ingin lebih jauh dipahami, ide hak asasi manusia telah diberikan jauh sebelum Aristoteles lahir. Tepatnya pada zaman Rasulullah masih hidup dan oleh Nabi Muhammad SAW itu sendiri. Yang perlu digarisbawahi adalah bagaimana penyampaian yang dilakukan Beliau mengenai hak asasi manusia. Beliau bersabda, “Sesungguhnya darah, harta kekayaan, dan harga diri kalian adalah terhormat, sebagaimana terhormatnya hari kalian ini, di negeri kalian dan di bulan ini.”

Beliau tidak mengatakan bahwa kalian berhak hidup, kalian berhak memiliki kekayaan, dan kalian berhak menjaga harga diri. Beliau justru mengatakan bahwa ketiga hal tersebut adalah terhormat. Hal ini mendatangkan konsekuensi yang berbeda dengan apabila Beliau menyebutkannya sebagai hak. Seperti filosofi gelas setengah isi atau setengah kosong, bukan sekedar bagaimana cara memandangnya, tapi juga bagaimana tindak lanjutnya.

Menyadari bahwa darah kita terhormat, maka sewajarnya kita berkewajiban menjaga sikap, menjaga adab, menjauh dari tindakan-tindakan yang dapat menyebabkan darah kita tertumpah. Selanjutnya menyadari bahwa kekayaan kita terhormat, maka kita berkewajiban menggunakannya dengan baik untuk keperluan yang baik pula dan menyimpannya dengan baik. Serta menyadari bahwa harga diri kita terhormat, maka kewajiban kita untuk tidak merendahkan diri dengan perbuatan yang kriminil.

Konsep-konsep hak asasi manusia yang ada sekarang sudah pernah dicetuskan Nabi Muhammad SAW hanya saja dalam paradigma yang berbeda. Bukan hak yang ingin ditekankan tapi kewajiban. Konsep yang sama dengan paradigma yang berbeda tentunya akan membawa pada konsekuensi yang berbeda pula.

Misalnya saja dikatakan bahwa, ‘Anda berhak memiliki sesuatu dari orang lain, yang belum anda miliki’. Maka yang timbul adalah usaha untuk mendapatkan sesuatu dengan berbagai cara, berlanjut pada aksi saling rebut, dan akhirnya karena egoisme yang ada sifat rakus pun timbul. Lain halnya jika dikatakan, ‘Anda berkewajiban memberikan sesuatu pada orang lain, yang belum dia miliki’. Kalimat seperti ini justru akan menimbulkan usaha untuk saling memberi pada yang kurang, dan berdampak panjang pada tidak ada lagi yang kekurangan.

Dengan kata ‘hak’ orang berusaha untuk terus menuntut, tapi dengan kata ‘kewajiban’ kita berusaha untuk memberi. Sebagaimana pepatah lama, “Hiduplah untuk memberi sebanyak-banyaknya, bukan untuk menerima sebanyak-banyaknya.