31.3.11

"Orang seperti saya"

Sebenernya ini bukan kali pertama saya menghadapi orang-orang yang hmmm gimana yah mendeskripsikannya? Sebut saja orang-orang yang Alloh kirim untuk menguji kesabaran saya, hehehe..

Di kampus, saya ikut beberapa organisasi mahasiswa dari sekian banyak yang ada. Dan sepanjang yang saya tau, setiap organisasi itu punya dasar pemikiran atas visi dan misi mereka. Jadi bukan sekedar kumpul lalu jadi organisasi, tapi ada kesamaan tujuan dan kesepakatan dasar pemikiran. Kurang lebihnya sih begitu.
Teruuss..kalau saya sih nggak masalah dengan berragamnya organisasi macam ini. Ibaratnya sekumpulan orang yang mau berenang dari hulu ke hilir, meski sama-sama berenang dan sama-sama dari hulu ke hilir, tapi belum tentu gaya renangnya sama. Dan saya sama sekali nggak keberatan dengan perbedaan semacam itu.
Tapi ternyata nggak semua orang sepakat dengan perbedaan. Atau setidaknya sepakat, tapi tetap merasa yang organisasi yang berbeda itu tidak sebaik organisasinya sendiri. Meski landasan dan tujuannya sama, hanya caranya saja yang berbeda.

Dan begitulah nasib saya tadi, diremehkan oleh orang dari organisasi yang berbeda. Ditertawakan, dianggap tidak baik, dan lain-lainnya lah. Padahal saya udah bilang langsung sama dia, "Kenapa? Ada masalah dengan organisasi saya? Kalau ada sini bicarakan baik-baik di depan saya, jangan cuma bisa ketawa dan ngomong di belakang, mas". Kurang lebih begitu.
Saya akan sangat menerima kalau seandainya dia mau diskusi, bukan cuma tertawa mengejek. Padahal sama-sama organisasi Islam, dan bukankah sesama Muslim tidak baik jika membicarakan jelek terhadap saudaranya? We really should start talking to each other rather than talking bout each other. 

Kejadian kedua yang juga jadi ujian kesabaran dari Alloh adalah waktu saya buka puasa tadi. Hari Senin dan Kamis orang tua saya memang membiasakan kami sekeluarga untuk puasa sunnah mencontoh Rasul. Dan berhubung tadi saya ada rapat di BEM jadi saya buka puasa di sana. Tiba-tiba muncul lah si suara penguji kesabaran, "Wah puasa? Gokillll!" (dengan tatapan takjub tak percaya). Saya cuma menjawab datar setelah minum, "Iya, memangnya salah kalau puasa?".  Ini bukan kejadian pertama ada orang yang bicara dengan nada seperti itu ke saya. Dulu saat saya bilang "habis pulang Liqo", senior saya tertawa lebar. Dia bilang, "Liqo? Kamu liqo?" (dengan tatapan sama takjub dan sama tak percayanya sama yg tadi).

Saya jadi mikir-mikir. Kenapa sih ada yang heran kalau "orang seperti saya" puasa dan liqo?
Apa yang salah?

Saya memang tidak berjilbab selebar mba-mba mentor di kampus, saya juga tidak pakai blus-blus seperti mereka, apalagi sepatu pantofel. Saya memang tidak baca almatsurat saat menunggu bis, tidak suka menggunakan istilah-istilah bahasa arab dalam kalimat sehari-hari, dan juga tidak berjalan dengan anggun.

Tapi "orang seperti saya" yakin akan kuasa Allah sepenuh hati.

Jadi, apa hak saya berbeda untuk beribadah?