4.4.11

Disleksia untuk Kesabaran

Sebenernya pemikiran seperti ini sudah pernah terlintas oleh saya, tapi beberapa kali saya anggap, "Yasudahlah, baru juga 4 tahun,", lalu berlanjut, "Masih 5 tahun, masih agak wajar lah,", dan sampai ke "Sudah 6 tahun, kok masih begini yah??".

Ini tentang adik saya yang Istimewa. Namanya Billa.

Billa kami jemput dari RS waktu umurnya baru satu hari, saat itu saya masih kelas 1 SMA. Ayahnya meninggal waktu dia masih dalam kandungan Ibunya. Jadilah Alloh memberi keluarga kami kesempatan untuk memelihara seorang anak yatim di rumah.

Satu tahun di rumah, dia sudah jadi anak kesayangan semuanya. Bahkan sampai keluarga-keluarga di kampung sana, temen-temen Ibu, temen-temen saya, semuaaaanya sayang sama Billa. Rumah saya jadi lebih ramai lagi (karena ehem..tanpa ada anak kecil pun saya sudah cukup berisik untuk bikin tetangga sebelah kepengen cari tombol "off" saya).

Dua tahun, saya dengan bangga jadi orang  pertama yang menyaksikan akhirnya Billa bisa jalan sendiri! Termasuk lambat memang, karena kata Ibu saya usia setahun sudah lari kesana-kemari nabrak lemari (ooh..pantesan bu). Tapi Ibu selalu bilang bahwa Billa itu punya waktunya sendiri untuk segala sesuatunya.

Tiga tahun, Billa makin lincah. Sejauh ini belum ada anak lain yang baterainya lebih awet daripada Billa. Kalau dia main berlima, lalu lama kelamaan satu-satu temennya nyerah kecapean, maka Billa nggak berkurang sedikit pun semangatnya dari awal main. Jadi kadang kasihan juga ngeliatnya, kalau temen mainnya udah tepar semua tapi dia masih pengen main. Meski lincah, tapi adik saya masih sulit bicara. Hanya satu kata - satu kata saja yang keluar dari mulutnya, itu pun pengucapannya masih belum jelas. Kata Bapak, mungkin dia butuh lebih banyak sosialisasi. Jadilah dia ikut playgroup.

Empat tahun, meski sudah sedikit lebih jelas dalam pengucapannya, tapi Billa masih belum bisa bercerita dengan kalimat yang lengkap. Jika ingin sesuatu biasanya dia mempergakannya dan kami menebaknya (jadi kayak main kuis gitu, tapi nggak ada hadiahnya). Di usia empat tahun Billa lanjut ke Taman Kanak-kanak.

Lima tahun, temennya Ibu mengusulkan untuk membawa Billa ke psikolog Anak di salah satu RS Ibu dan Anak di Depok. Dan yunowat? Saya shock sangaat waktu si psikolog itu mendiagnosis bahwa Billa itu salah asuh. Masya Alloooh, kok jadi kayak judul Novel jaman dulu? Padahal yah, Bapak dan Ibu menerapkan pola yang sama ke Billa seperti ke Kakak, Saya, maupun Dede, nggak pakai dibeda-bedain. Masa iya, saya juga salah asuh? Jelas-jelas menurut saya, kami bertiga itu anak-anak baik (eheeem), hasil didikan Bapak dan Ibu yang baik juga. Kami diajarkan untuk jujur, bertanggungjawab, dan rendah hati (lho kok kayak semboyan Partai heey?).
Akhirnya berdasarkan saran psikolog itu, Billa harus ikut beberapa terapi. Ada tiga terapi, tapi saya lupa apa aja namanya. Yang pertama Billa didudukkan di kursi, kemudian di depannya diletakkan meja yg ada celahnya, terus dirapatkan ke tembok. Jadi Billa sandar ke tembok dan dihalangi meja itu, sementara therapistnya mengucapkan beberapa kata kerja untuk diulang sama Billa. Mungkin supaya lafaznya jelas, therapist itu suaranya agak lantang, dan yang saya perhatikan Billa malah jadi takut. Sepanjang terapi dia cuma nunduk dibelakang mejanya, berbisik berusaha mengulang kata-kata yang disebut therapistnya. Terapi yg kedua, Billa harus menyusun balok-balok, huruf, angka, dan lain-lainnya yang semodel dengan puzzle. Terapi yang ketiga, Billa harus main di trampolin, papan titian, dan lain-lain. Untuk dua yang ini Billa lebih jarang nangis, paling hanya karena harus masuk ke ruangan berdua therapisnya aja. 
Well, terapi ini nggak bertahan lama, paling hanya 3 bulan. Selain karena keluarga kami belum punya pohon duit untuk terus-terusan bayar tagihan therapisnya yang ngajak miskin, setelah saya perhatikan kalau terapinya seperti itu yaah saya juga bisa jadi therapistnya Billa di rumah.

Enam tahun, Billa sudah lebih jelas pengucapannya, sudah bisa pakai telepon dan bilang "Ibu Billa ada?". Paling kasihan kalau dari Telkom atau Pizza Hut yang telpon ke rumah dan diterima Billa. Perbendaharaan katanya juga sudah lebih banyak dari sebelumnya meski belum jelas lafaznya dan kadang cuma diucapkan separuhnya oleh dia. Sekarang setiap malam Bapak dan saya bergantian bantu Billa belajar huruf. Nah saat itulah saya makin yakin sama pemikiran saya dua tahun lalu kalau gak salah. Waktu saya ajarin huruf "a" dan "b" Billa masih mudah dan cepat ingat, tapi begitu masuk huruf "b", "d", dan "p" Billa selalu lupa dan tertukar-tukar. 
Padahal physically, nggak ada yang salah sama pertumbuhan Billa. Badannya malah paling tinggi di TK, gigi susunya sudah banyak yang ganti (smuanya saya yang cabut dengan TANGAN KOSONG, hahahaha), dan baterenya masih jadi yang paling awet.

Tapi di usianya yang hampir 7 tahun, Billa kadang masih suka terbalik kalau pakai baju. Dia belum ngerti konsep waktu. Misalnya waktu dia denger lagu Dangdut, dia inget lagu ini pernah dinyanyiin di acara nikahan Kakak tahun lalu, tapi dia bilangnya, "Ih lagu, opung nyanyi tadi,". Semua yg udah lewat menurut dia keterangan waktunya adalah "Tadi".
Dia belum paham perhitungan meski sudah kenal beberapa angka. Susunan kalimatnya kalau bicara masih berantakan, dan biasanya ada kata penghubung atau awalan yang dia hilangkan. Misalnya begini:
"Nee-chan, rumah?" itu maksudnya dia nanya "Kok Nee-chan di rumah?"
"Nee-chan sekolah nggak yah? Abang sekolah tau," maksudnya adalah "Nee-chan nggak pergi sekolah? Abang pergi sekolah lho,"
"Nee-chan, Billa laba-laba emam donk," yg ini maksudnya, "Nee-chan, Billa makan kue laba-laba donk,"
"Nee-chan, nih yah, muter, jaauh, trus kolong deh," yang ini waktu dia main gangsing maksudnya gangsingnya muter sampai lama terus masuk ke kolong.

Setelah saya cari tau lebih lagi dari Internet dan pendapat temen saya yg anak Psikologi, saya akhirnya mantep. Billa itu Disleksia.

Billa sok "iye" bet, sukanya makan Pizza masaaa, hehe

Dari yang saya baca Disleksia itu kondisi ketidakmampuan belajar pada seseorang yang disebabkan oleh kesulitan pada orang tersebut dalam melakukan aktifitas membaca dan menulis. Selain mempengaruhi kemampuan membaca dan menulis, disleksia juga ditenggarai juga mempengaruhi kemampuan berbicara pada beberapa pengidapnya. Para peneliti menemukan disfungsi ini disebabkan oleh kondisi dari biokimia otak yang tidak stabil dan juga dalam beberapa hal akibat bawaan keturunan dari orang tua.
Ibunya memang pernah bilang bahwa kakak dan omnya ada yang telat bicara juga waktu kecil.

Dari blognya SpeechClinic, saya dapat tanda-tanda disleksia pada usia pra sekolah antara lain:
  • Suka mencampur adukkan kata-kata dan frasa
  • Kesulitan mempelajari rima (pengulangan bunyi) dan ritme (irama)
  • Sulit mengingat nama atau sebuah obyek
  • Perkembangan kemampuan berbahasa yang terlambat
  • Senang dibacakan buku, tapi tak tertarik pada huruf atau kata-kata
  • Sulit untuk berpakaian
Tanda-tanda Disleksia lainnya:
1.    Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya
2.    Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
3.    Huruf tertukar tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, dan ’s’ tertukar ’z’
4.    Daya ingat jangka pendek yang buruk
5.    Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar
6.    Tulisan tangan yang buruk
7.    Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
8.    Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
9.    Kesulitan dalam mengingat kata-kata
10.    Kesulitan dalam diskriminasi visual
11.    Kesulitan dalam persepsi spatial
12.    Kesulitan mengingat nama-nama
13.    Kesulitan/lambat mengerjakan PR
14.    Kesulitan memahami konsep waktu
15.    Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
16.    Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
17.    Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
18.    Kesulitan membedakan kanan-kiri
19.    Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat misalnya
20.    Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
21.    Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
22.    Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai
23.    Tertukar-tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama) 

Tapi Disleksia tidak berpengaruh pada kecerdasan lainnya, hanya pada kecerdasan berbahasa saja. Dan sudah banyak juga metode-metode yang dianjurkan untuk mendidik anak Disleksia. Tapi dari kesemuanya yang saya baca, saya simpulkan intinya keluarga dan orang tua harus bisa mendampingi secara intens dalam belajarnya dan melakukan pengulangan dan pembiasaan sampai dia paham, Intinya : harus lebih sabar dan konsisten mendampingi dia belajar.

Alhamdulillah, bukan cuma kesempatan memelihara anak yatim sebagaimana dianjurkan Rasul, tapi keluarga juga saya berkesempatan melatih kesabaran. Mudah-mudahan Alloh senantiasa menguatkan kami. ^_^